Assalamualaikum
Wr. Wb. Hallo teman, diblog kali ini saya akan menulis tentang Sejarah
Perekonomian Indonesia, sejarah atau jalan cerita suatu tragedy atau jalan
cerita bagaimana awal mula ekonomi Indonesia dapat masuk dan berkembang di
Indonesia. Sejarah perekonomian Indonesia merupakan suatu catatan penting untuk
melihat bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia dalam perjalanan
waktunya. Kondisi perekonomian Indonesia mengalami berbagai dinamika seiring
perputaran waktu. Hal itu relevan diungkapkan sebagai bagian untuk mengetahui
realita perekonomian Indonesia.
Perekonomian Indonesia menggunakan
sistem ekonomi Indonesia atau sistem ekonomi campuran. Apasih sistem ekonomi
itu? Sistem ekonomi merupakan tata cara atau aturan masyarakat atau sebuah
negara untuk mengatur kegiatan ekonomi. Dasar dari sistem ekonomi Indonesia
merupakan pancasila.
Ciri ciri sistem ekonomi Indonesia
:
·
Perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan
·
Cabang cabang usaha / produksi yang menyangkut hajat
orang banyak dikuasai oleh negara
·
Bumi, air dikuasai oleh negara untuk kemakmuran masyarakat
·
Musyawarah untuk mufakat
· Masyarakat bebas dalam kepemilikan modal, asalkan
tidak melanggar aturan pemerintah dan tidak merugikan negara.
·
Fakir/miskin dipelihara oleh negara
SEJARAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Era Pra Kolonialisme
Sejarah awal
Para cendekiawan india telah menulis
tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa di
pulau Jawa dan Sumatra atau
Swarna dwipa sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua
kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan Tarumanagara yang
menguasai Jawa Barat dan Kerajaan
Kutai di pesisir Sungai
Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah
mencapai wilayah tersebut.
Nusantara telah
mempunyai warisan peradaban berusia ratusan tahun dengan dua kerajaan besar
yaitu Sriwijaya di Sumatra pada
abad ke 7 hingga 14 dan Majapahit di Jawa pada abad ke 13
sd 16, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya
yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perkawinan &
perdagangan (seperti di Maluku). Hal tersebut telah terjadi sebelum Eropa Barat mengalami
masa Renaissance di abad ke 16 .
Kerajaan Hindu-Buddha
Pada
abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak
Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang
dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai
abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14,
kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang
pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar
tahun 670. Pada puncak
kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung
Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi
bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit.
Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil
memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia
beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada
termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat
dalam wiracarita Ramayana.
Kerajaan & Kesultanan Islam
Kesultanan sebagai
sebuah pemerintahan oleh penguasa muslim hadir di Indonesia sekitar abad ke-12,
namun sebenarnya Islam sudah sudah
masuk ke Indonesia pada
abad 7 Masehi.
Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional
melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti
Tang di Tiongkok, Sriwijaya di Asia
Tenggara dan Bani Umayyah di
Asia Barat sejak abad 7.
Menurut
sumber-sumber Cina zaman
dinasti Tang, menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi
pemimpin permukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan
pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini tampak pada Tahun 100 H
(718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang
bernama Srindravarman mengirim surat
kepada Khalifah Umar
bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah
meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu
berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya
juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah,
yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu
wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak
12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah
mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak
begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan
kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan
menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni
tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam.
Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730
M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang
masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh
menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan
Islam bernama Kesultanan
Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H
atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke
kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim
bernama Bayanullah.
Kesultanan
Islam kemudian semakin menyebarkan
ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu &
Buddha sebagai kepercayaan utama pada akhir abad
ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap
mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah
aktif pada abad ke-16 dan 17,
dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan
tersebut.
Penyebaran
Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena
para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan
utusan dari negara-negara Muslim yang datang dari luar Indonesia,
maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini
bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada
para pedagang dari
penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke
penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama
mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di
antaranya: Kerajaan
Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang
menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, Kerajaan Iha, Kesultanan
Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
Dengan
kata lain, system pemerintahan masih berbentuk feudal. Kegiatan utama
perekonomian adalah:
– Pertanian, umumnya
monokultura, misalnya padi di Jawa dan rempah–rempah di Maluku.
– Eksplorasi hasil
alam, misalnya hasil laut, hasil tambang, dll.
– Perdagangan besar antarpulau dan antarbangsa yang sangat
mengandalkan jalur laut.
Prasasti
pada batu nisan menunjukkan bahwa pada awal abad ke 13 terdapat sebuah kerajaan
Islam di bagian utara Sumatera disebut dengan Pasai atau Samudera. Kerajaan ini
dianggap sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pada akhir abad ke 14 dan
awal abad ke 15 pengaruh kerajaan Majapahit di Indonesia mulai menurun Karena
konflik dan meningkatnya kerjaan Islam. Senah perdagangan baru, Malaka
merupakan salah satu kekuatan baru, kekuatan ini berasal dari pesisir Malaysia.
Negara ini menjadi pelahuan sukses dengan fasilitas menguntungkan dalam
jaringan perdagangan luas yang membentang dari cina dan Maluku di ujung timur
Afrika dan Mediterania di ujung barat. Historis antara perdagangan dan Islam
juga terlihat dalam perkembangan di beberapa pulau di Indonesia. Cerita tentang
Kejayaan Malaka telah mencapai Eropa dan menggoda bangsa Portugis yang memiliki
teknologi navigasi maju, untuk berlayar ke bagian dunia ini agar bisa memiliki
pengaruh lebih besar pada jaringan perdagangan rempah rempah dunia. Dan disini
awal mula era Kolonialisme.
2. Era Kolonialisme
Kolonisasi Portugis di Indonesia
Afonso (kadang
juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat
kawasan Nusantara waktu
itu dikenal oleh orang Eropa dan
dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama
bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.
Dari Sungai Tajo yang
bermuara ke Samudra Atlantik itulah
armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan
hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan Afrika,
menuju Selat Malaka.
Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari
rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
Pada
abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu
diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus. Biara St
Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh
Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke
timur. Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu
didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim
Portugis.
Selain
patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu.
Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar
Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir
kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang
perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau
merica.
Ada
sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli
sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal:
Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah
ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis
datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa
Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya
adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan
penyebaran agama Katolik.
Menurut
Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan
Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa,
ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511
membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya
mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan
rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis
yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa
Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari
negaranya untuk berdagang.
Perlawanan Rakyat Minahasa terhadap Portugis
Perjuangan perlawanan
Rakyat Perserikatan Minahasa melawan Portugis telah berlangsung dari tahun
1512-1560, dengan gabungan perserikatan suku-suku di Minahasa maka mereka dapat
mengusir Portugis. Portugis membangun beberapa Benteng pertahanan di Minahasa
di antaranya di Amurang dan Kema.
Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511,
armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Usaha
perlawanan kolonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami
kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun
1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan
dapat menguasai Banten,Sunda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat
dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi
Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554
hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat
perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda
berkuasa, Kerajaan Aceh pernah
menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis
pertama kali mendarat di Maluku pada
tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi,
Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh
keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533,
Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis
di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairundapat
kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya
oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede.
Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir
yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
Kolonisasi Belanda di Indonesia
Sistem
Monopoli VOC terdapat dalam masa penjajahan Belanda sekitar 1602 – 1942.
Belanda masuk ke Indonesia pada tahun 1602. Hal itu dilakukan dengan
memanfaatkan perpecahan diantara kerajaan kerajaan kecil di Indonesia. VOC
berdiri pada tanggal 20 Maret 1602.Tujuan utama VOC adalah mempertahankan
monopolinya terhadap perdagangan rempah – rempah di Indonesia. Hal ini terjadi
selama 3,5 abad. Hal yang pertama VOC adalah berusaha menguasai salah satu
pelabuhan penting yang dijadikan pusat VOV. Untuk keperluan tersebut VOC
mengincar kota Jayakarta. Ketika itu Jayakarta di bawah kekuasaan Kerajaan
Islam Banten. Sultan Banten mengangkat Pangeran Wijayakrama sebagai adipati di
Jayakarta.
Mula
– mula VOC mendapatkan izin dari Pangeran untuk mendirikan kantor dagang di
Jayakarta, tetapi J.P. Coen yang menjabat sebagai gubernur VOC malah menyerang
Pangeran Wijayakrama. Kota Jayakarta direbut dan dibakar, kemudian di atas
reruntuhan kota Jayakarta J.P. Coen membangun sebuah kota baru yang beri nama
Batavia. Batavia kemudian menjadi kantor pusat VOC. Dengan kedudukan yang makin
kuat VOC melakukan politik dividi et Impera atau politik mengadu
domba kepada kerajaan – kerajaan yang ada di Indonesia. VOC juga sering ikut
campur dalam urusan pemerintahan kerajaan – kerajaan di Indonesia.
Setelah
berhasil menguasai seluruh kota penghasil rempah- rempah di Indonesia.
VOC diberikan hak Octrooi (Hak Istimewa) oleh Kerajaan Belanda. Hak
Istimewa tersebut antara lain :
1.
Hak monopoli perdagangan
2.
Hak mencetak dan mengeluarkan uang
3.
Hak mengadakan perjanjian
4.
Hak mengumumkan peranan
5.
Hak menjalankan kekuasaan kehakiman
6.
Hak memungut pajak
7.
Hak memiliki angkatan perang
8.
Hak menyelenggarakan pemerintahan
sendiri
Dengan
hak yang dimiliki VOC, maka kongsi dagang yang sering di sebut “Kompeni”
berkembang dengan pesat. VOC memonopoli seluruh hasil rempah rempah yang
dihasilkan oleh masyarakat Indonesia. Bukan hanya kepada masyarakat biasa,
kompeni juga mengharuskan kerajaan – kerajaan menyerahkan hasil bumi seperti
beras, lada, kopi, rempah – rempah, kayu jati dsb kepada VOC. Hasil bumi itu harus
diberikan kepada VOC dengan jatah yang sudah ditetapkan oleh VOC.
Adapun bentuk aturan
paksaan VOC yang diterapkan di Indonesia, antara lain :
a. Aturan monopoli dagang, yaitu menguasai
sendiri seluruh perdagangan rempah – rempah di Indonesia.
b.
Contingen Stelsel, yaitu pajak yang
harus dibayar oleh rakyat dengan menyerahkan hasil bumi.
c. Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban
menjual hasil bumi hanya kepada VOC dengan harga yang telah di tetapkan.
d.
Preangerstelsel, yaitu kewajiban yang
dibebankan kepada rakyar Priangan untuk menanam kopi.
Apabila
seluruh aturan yang telah di tetapkan oleh VOC tidak di jalan kan maka
pelanggarnya akan dijatuhi hukuman. Hukuman terhadap para pelanggar
disebut ekstirpasi . hukuman itu berupa pembinasaan tanaman rempah –
rempah milik petani dan pemiliknya disiksa atau bisa – bisa dibunuh.
Sistem
tanam paksa / Cultuurstelsel adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur
Jendral Johannes Van Den Bosch pada tahun 1830 meniru gaya pemerintahan Deandles
dan Raffles dengan cara mengeksploitasi tenaga kerja penduduk pribumi, yang
mewajibkan setiap desa menyisishkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami
komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan
dijual kepada pemerintah colonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil
panen diserahkan kepada pemerintah colonial.
Latar
belakang yang menyebabkan timbulnya sistem tanam paksa terjadi awal abab 19,
pemerintah belnada mengeluakan biaya yang sangat besar untuk membiayai
peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (Pemberontakan Belgia) maupun di
Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus
menanggung hutang yang sangat besar. Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari
bahaya kebangkrutan Johannes Van Den Bosch menggali dana semaksimal mungkin
untuk mengisis kekosongan kas Negara dengan cara peningkatan produksi tanaman
ekspor melalui tanam paksa.
Ketentuan – ketentuan
yang diterapkan oleh Van Den Bosch sebagai
berikut :
1.
Para petani yang mempunyai tanah
diminta menyediakan seperlima tanahnya utuk ditanami tanaman perdagngan yang
sudah ditentukan.
2. Bagian tanah yang digunakan untuk
menanan tanaman wajib tersebut dibebaskan dari pembayaran pajak.
3.
Hasil dari penanaman tanaman perdagangan
itu harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Setiap kelebihan hasil panen
dan nilai pajaknya akan dibayarkan kembali sisanya.
4. Tenaga dan waktu untuk menggarap
tanaman perdagangan tidak melebihi dari tenaga dan waktu dalam menanam padi.
5.
Kegagalan panen tanaman wajib menjadi
tanggung jawab pemerintah.
6. Bagi mereka yang tidak memiliki tanah,
wajib bekerja selama 66 hari dalam setahunnya di perkebunan milik pemerintah.
7. Penggarapan tanah untuk tanaman wajib
akan diawasi langsung oleh penguasa pribumi. Pegawai Belanda secara umum
mengawasi jalannya penggarapan dan pengangkutannya.
Namun dalam perjalanan
sistem tanam paksa banyak sekali penyimpangan ketentuan yang terjadi seperti:
a.
Sawah dan lading petani terbengkalai
karena perhatian dipusatkan pada penanaman tanaman wajib.
b.
Rakyat yang tidak memiliki tanah harus
bekerja melebihi waktu dari waktu yang ditentukan.
c.
Luas lahan untuk penanaman tanaman
wajib melebihi dari seperlima lahan garapan.
d.
Lahan yang disediakan untuk penanaman
tanamana wajib tetap dikenakan pajak tanan.
e.
Kelebihan hasil panen dan jumlah pajak
yang dibayarkan tidak dikembalikan.
f.
Kegagalan panen tanaman wajib tetap
menjadi tanggung jawab petani.
Semua penyimpangan
dalam pelaksanaan tanam paksa telah mengakibatkan penderitaan yang sangat besar
bagi rakyat seperti :
1) Bagi
Indonesia (khususnya Pulau Jawa)
1. Sawah ladang menjadi terbengkalai
karena diwajibkan kerja terus menerus sehingga penghasilan menurun drastis.
2. Beban rakyat semakin berat karena harus
menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja
rodi dan menanggung resiko apabila terjadi kegagalan panen.
3.
Timbulnya tekanan fisik dan psikis yang
bekepanjangan.
4.
Timbulnya bahaya kemiskinan yang
semakin berat
5. Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah
penyakit di mana – mana sehingga angka kematian meningkat drastis.
Bahaya
kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon
(1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian mengakibatkan jumlah
penduduk menurun dratis. Selain itu juga terjdi penyakit busung kapar
(hongorudium) dimana-mana.
Reaksi
dan Tentangan dari berbagai pihak dengan mengadakan pelawanan, seperti yang
dilakukan petani tebu di pasuruan 1833. Bahkan orang Belanda sendiri juga
banyak yang menentang sistem tanam paksa tersebut. Hingga akhirnya sistem tanam
paksa itu ditiadakan
Sistem Pemerintahan
Belanda
Setelah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie)
jatuh bangkrut dan dibubarkan pada akhir abad
ke-18, tepatnya adalah pada tahun 1
Januari 1800 dan setelah
Belanda kalah Perang
Eropa dan dikuasai Prancis, maka Hindia
Belanda jatuh ke tangan Prancis, walaupun secara pemerintahan masih di bawah
negara kesatuan Republik Belanda (hingga
1806), kemudian dilanjutkan Kerajaan
Hollandia (hingga 1810). Sejak saat itu
dimulailah perang perebutan kekuasaan antara Prancis (Belanda) dan Britania
Raya, yang ditandai dengan peralihan kekuasaan beberapa wilayah Hindia Belanda
dan perjanjian, antara lain Persetujuan
Amiens hingga Kapitulasi
Tuntang.
Dalam
masa ini Hindia Belanda berturut-turut diperintah oleh Gubernur Jenderal Overstraten, Wiese, Daendels,
dan yang terakhir adalah Janssens. Pada masa Daendels
dibangunlah Jalan Raya Pos (jalur Pantura sekarang),
kemudian meluaskan daerah jajahan hingga ke Lampung,
namun kehilangan Ambon, Ternate dan Tidore yang direbut Britania. Tahun 1810
ketika Prancis menganeksasi Belanda, maka bendera Prancis dikibarkan di
Batavia, dan Daendels kembali ke Eropa untuk berperang di bawah Napoleon.
Janssens, penggantinya, tidak memerintah lama, karena Britania di bawah Lord Minto datang
dan merebut
Jawa dari Belanda-Prancis.
Interregnum Britania (1811-1816)
Setelah
Britania menguasai Jawa, pemerintahan beralih sementara dari Belanda ke
Britania, hingga akhir perang Napoleon pada 1816 ketika Britania harus
mengembalikan Hindia Belanda kepada Kerajaan Belanda. Lord Minto menjadi
Gubernur Jenderal pertama yang bermarkas di India, sedangkan Raffles diangkat
menjadi Letnan Gubernur yang memimpin Jawa. Raffles kemudian membenahi
pemerintahan di Jawa sesuai sistem pemerintahan Britania.
Salah
satu penemuan penting pada pemerintahan Raffles adalah penemuan kembali Candi Borobudur,
salah satu candi Buddha terbesar di dunia, dan Gunung Tambora di Sumbawa meletus,
dengan korban langsung dan tidak langsung mencapai puluhan ribu jiwa.
Pemerintahan Kerajaan Belanda (sejak 1816)
Setelah Kongres Wina mengakhiri
Perang Napoleon dan mengembalikan Jawa ke Belanda, sejak 16 Agustus 1816
pemerintah Kerajaan Belanda berkuasa
dan berdaulat penuh atas wilayah Hindia
Belanda yang tertulis dalam Undang-Undang
Kerajaan Belanda tahun 1814 dan
diamendemen tahun 1848, 1872, dan 1922 menurut
perkembangan wilayah Hindia
Belanda, hingga 1942 ketika Jepang datang
menyerbu dalam Perang Dunia II.
Dalam
masa ini, terjadi pemberontakan besar di Jawa dan Sumatera, yang terkenal
dengan Perang Diponegoro atau Perang Jawa,
pada tahun 1825-1830, dan Perang Padri (1821-1837),
dan perang-perang lainnya. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang
dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai
diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil
perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil
tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang
besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia.
Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang
lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda
mengadopsi apa yang mereka sebut Politik
Etis (bahasa Belanda: Ethische
Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi
orang-orang pribumi,
dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jenderal J.B.
van Heutsz pemerintah Hindia Belanda
memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia Belanda,
dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Gerakan nasionalisme
Pada 1905 gerakan
nasionalis yang pertama, Serikat
Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti
pada tahun 1908 oleh gerakan
nasionalis berikutnya, Budi Utomo.
Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah
penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri
dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di
Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk
Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Perang Dunia II
Pada
Mei 1940, awal Perang Dunia II,
Belanda diduduki oleh Nazi Jerman.
Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk
Jepang ke Amerika Serikat dan Britania.
Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal di Juni 1941,
dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di
bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan
revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir
dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Kolonisasi Jepang di Indonesia
Awal
kependudukan jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada
tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Kedatangan Jepang ke Indonesia didasari oleh kebutuhan Jepang akan minyak bumi
untuk keperluan Jepang. Menipisnya persediaan minyak bumi untuk keperluan
perang dan tekanan dari Amerika Serikat yang melarang ekspor minyak bumi ke
Jepang. Jepang mendarat di tiga daerah di Pulau Jawa yaitu Banten, Indramayu
dan Rembang. Melalui Indramayu, Jepang dengan cepat merebut pangkalan udara
Kalijati yang dikuasai oleh Belanda. Hingga akhirnya tanggal 9 Maret tahun
Showa 17,upacara serah terima kekuasaan antara tentara Jepang dan Belanda di
Kalijati diadakan.
Indonesia
sudah lama diincar bala tentara Jepang. Alasanyannya adalah melimpah sumber
daya manusia dan sumber daya alam. Hal ini sangat penting untuk mendukung
kepentingan perang Jepang. Pada era kependudukan Jepang, perekonomian Indonesia
bercorak ekonomi perang. Cirinya adalah adanya pengaturan, pembatasan, dan
pegausaan faktor – faktor produksi oleh pemerintah militer. Pemerintah militer
Jepang langsung mengawasi perkebunan untuk diberdayakan untuk perang. Dalam
bidang perbankan Jepang melikuidasi bank – bank peninggalan Belanda. Kemudian
Jepang mendirikan bank – bank sendiri. Jepang juga mengelarkan uang baru untuk
menutup deficit akibat pembangunan bidang militer.
Awal
mula kedatangan Jepang ke Indonesia bersikap manis dengan menjanjikan
kemerdekaan untuk Indonesia dan bebas dari kesengsaraan yang dilakukan oleh
bangsa Belanda .Masyarakat Indonesia terbuai ucapan dan janji manis dari bangsa
Jepang. Padahal Bangsa Jepang juga memanfaatkan Indonesia dengan meeksploitasi
sumber daya alam dan sumber daya tenaga dari masyarakat pribumi sama seperti
yang di lakukan oleh bangsa Belanda.
Dengan
mengekploitasi Jepang memberlakukan sistem pengaturan ekonomi pemerintahan
Jepang, dan berikut beberapa hal yang
diberlakukan ;
1. Kegiatan ekonomi diarahkan untuk
kepentingan perang. Mulai dari hasil perkebunan, pabrik, hasil pertambangan,
bahan mentah, bank hingga perusahaan semua digunakan untuk mendukung kegiatan
perang.
2. Jepang mengawasi ekonomi Indonesia
secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Jepang mengendalikan
harga, menggendalikan perkebunan, mengendalikan peredaran sisa-sisa persediaan
barang dan mengendalikan penggunaan barang.
3. Menerapkan sistem ekonomi perang dan
sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan
perang). Konsekuensinya semua kekayaan yang dimiliki masyarakat dkorbankan
untuk kepentingan perang.
3. Era Orde Lama
Ir. Soekarno
(1945-1968)
Indonesia mengalami
tiga fase perekonomian di era Presiden Soekarno. Fase pertama yakni penataan
ekonomi pasca-kemerdekaan, kemudian fase memperkuat pilar ekonomi, serta fase
krisis yang mengakibatkan inflasi. Pada awal pemerintahan Soekarno, PDB
per kapita Indonesia sebesar Rp 5.523.863. Pada 1961, Badan Pusat Statistik
mengukur pertumbuhan ekonomi sebesar 5,74 persen. Setahun berikutnya masih
sama, ekonomi Indonesia tumbuh 5,74 persen. Lalu, pada 1963,
pertumbuhannya minus 2,24 persen.
Angka
minus pertumbuhan ekonomi tersebut dipicu biaya politik yang tinggi. Akibatnya,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit minus Rp 1.565,6 miliar.
Inflasi melambung atau hiperinflasi sampai 600 persen hingga 1965. Meski
begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat kembali ke angka positif pada
1964, yaitu sebesar 3,53 persen. Setahun kemudian, 1965, angka itu masih
positif meski turun menjadi 1,08 persen. Terakhir di era Presiden Soekarno,
1966, ekonomi Indonesia tumbuh 2,79 persen.
Beberapa
kebijakan yang diambil dibawah pemerintahan Soekarno diantaranya :
1. Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia.
2. Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan
ekspor-impor
3. Serta beberapa kebijakan lainnya yang ditujukan untuk
memajukan perekonomianindonesia.
Orde
Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut,
Indonesia bergantian menggunakan sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi
komando. Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah
jalan. Penyebabnya adalah :
1. Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama
dari kelompok-kelompok kanan (masyumi, PSI, dan tentara-AD) yang tidak
menghendaki kemandirian ekonomi nasional.
2. Pertarungan kekuasaan antar elit politik di tingkat nasional
-yang berakibat jatuh-bangunnya cabinet -tidak memberikan kesempatan kepada
Soekarno dan kabinetnya untuk teguh menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.
3. Yang paling pokok: borjuasi dalam negeri (pribumi) yang
diharapkan menjadi kekuatan pokok dalam mendorong industrialisasi dan kegiatan
perekonomian justru tidak memiliki basis borjuis yang tangguh.
Di
pengujung 1950-an, Republik Indonesia kembali diguncang krisis keuangan. Pada
awal dekade itu, krisis serupa juga pernah menyerang. Tapi kali ini,
keguncangan finansial tampaknya lebih fatal. Presiden Sukarno beserta perangkat
pemerintahannya pun memberlakukan kebijakan darurat agar perekonomian negara
tidak sekarat.
Sanering
(pemotongan nilai mata uang) hingga redenominasi (penyederhanaan nilai mata
uang tanpa mengurangi nilai tukar) diterapkan. Namun, kian rumit dan panasnya
situasi politik membuat upaya perbaikan moneter menjadi kurang maksimal,
ditambah lagi dengan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang
akhirnya menumbangkan rezim Orde Lama. Sukarno gagal mengulangi keberhasilan
menjinakkan krisis ekonomi sebelumnya. Kala itu, strategi gunting uang yang
diterapkan pemerintah membuahkan hasil gemilang.
4. Era Orde Baru
Soeharto
(1967-1998)
Orde
Baru merupakan sebutan yang menunjukan masa peralihan dari pemerintahan Orde
Lama. Masa Orde Baru lahir pada tahun 1966 dan diawali dengan keberhasilan
dalam menumpas G.30.S/PKI di tanggal 1 Oktober 1965, pemerintahan ini berakhir
pada tahun 1998. Ketika itu pemerintahan Indonesia dipimpin oleh Presiden
Soeharto, itulah sebabnya kenapa Orde Baru juga dikenal dengan era pemerintahan
Soeharto. Orde Baru hadir dengan berbagai inovasi baru untuk masa depan bangsa
yang lebih baik termasuk kaitannya dalam mengoreksi penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi di masa Orde Lama. Pada era kekuasaan Soekarno keamanan dalam
negeri dianggap sangat tidak kondusif, ketika itu muncul peristiwa
pemberontakan yang didalangi oleh G30S PKI. Kondisi inilah yang dianggap sebagai
cikal bakal runtuhnya pemerintahan Orde Lama.
Ada
banyak prestasi yang dicapai pada masa Orde Baru khususnya dari segi ekonomi.
Namun meskipun demikian, maraknya KKN turut melukai kepercayaan rakyat yang
sudah terbangun untuk negara hingga memunculkan sebuah pergerakan yang akhirnya
terjadi masa peralihan ke masa Reformasi.
Selama
masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber
daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar
namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Beberapa kebijakan ekonomi yang
dikeluarkan pada masa orde baru adalah:
1. Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita)
Pada April 1969, pemerintah menyusun
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang bertujuan untuk meningkatkan
sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang dan pangan. Repelita
ini akan dievaluasi selama lima tahun sekali.
Ø Repelita I (1 April 1969-31
Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, papan,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pertumbuhan ekonomi berhasil
naik 3 sampai 5,7% sedangkan tingkat inflasi menurun menjadi 47,8%. Namun,
kebijakan pada masa Repelita I dianggap menguntungkan investor Jepang dan
golongan orang-orang kaya saja. Hal ini memicu timbulnya peristiwa Malapetaka
Lima Belas Januari (Malari).
Ø Repelita II (1 April 1974 -
31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah
bahan mentah menjadi bahan baku.
Ø Repelita III (1 April 1979-31
Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan
pada azas pemerataan, yaitu:
Ø Repelita IV (1 April 1984 -
31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan
dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri.
Ø Repelita V (1 April 1989-31
Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk memantapkan swasembada
pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga kerja, dan mampu
menghasilkan mesin-mesin sendiri.
Ø Repelita VI dimulai pada
tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor ekonomi, industri, pertanian
dan peningkatan sumber daya manusia.
2. Revolusi Hijau
Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan
cara bercocok tanam dari cara tradisional (peasant) ke cara modern (farmers).
Untuk meningkatkan produksi pertanian umumnya dilakukan empat usaha pokok, yang
terdiri dari:
v Intensifikasi, yaitu penelitian,
pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian untuk memanfaatkan lahan yang
ada guna memperoleh hasil yang optimal; Perubahan ini dilakukan melalui program
Panca Usaha Tani yang terdiri dari:
v Ekstentifikasi, yaitu perluasan
lahan pertanian untuk memperoleh hasil pertanian yang lebih optimal;
v Diversifikasi (keanekaragaman
usaha tani);
v Rehabilitasi (pemulihan daya
produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis).
Pada
pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia disertai
kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas
ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan
perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para
mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa
yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah
MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil
Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Penyebab
utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997.
Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis
keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela,
sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang
sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 1998. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto
berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi.
Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU
Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU
Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk
karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya
penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Baharuddin
Jusuf Habibie (1998-1999)
Pemerintahan Presiden
Baharuddin Jusuf Habibie dikenal sebagai rezim transisi. Salah satu tantangan
sekaligus capaiannya adalah pemulihan kondisi ekonomi, dari posisi pertumbuhan
minus 13,13 persen pada 1998 menjadi 0,79 persen pada 1999.
Habibie
menerbitkan berbagai kebijakan keuangan dan moneter dan membawa perekonomian
Indonesia ke masa kebangkitan. Kurs rupiah juga menguat dari sebelumnya Rp
16.650 per dollar AS pada Juni 1998 menjadi Rp 7.000 per dollar AS pada
November 1998. Pada masa Habibie, Bank Indonesia mendapat status independen dan
keluar dari jajaran eksekutif.
Untuk
menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie
melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Melakukan restrukturisasi dan
rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan
Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara
2.
Melikuidasi beberapa bank yang
bermasalah
3.
Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap
dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
4.
Membentuk lembaga pemantau dan
penyelesaian masalah utang luar negeri
5.
Mengimplementasikan reformasi ekonomi
yang disyaratkan IMF
6.
Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
7. Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pemerintahan presiden B.J. Habibie yang mengawali masa
reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang
ekonomi.
Abdurrahman
Wahid (1999-2001)
Abdurrahman Wahid
alias Gus Dur meneruskan perjuangan Habibie mendongkrak pertumbuhan ekonomi
pasca krisis 1998. Secara perlahan, ekonomi Indonesia tumbuh 4,92 persen pada
2000. Gus Dur menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah.
Pemerintah membagi dana secara berimbang antara pusat dan daerah. Kemudian,
pemerintah juga menerapkan pajak dan retribusi daerah. Meski demikian, ekonomi
Indonesia pada 2001 tumbuh melambat menjadi 3,64 persen.
Dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada
perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan
tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga
sudah mulai stabil. Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid
dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU
No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan
daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus
tertunda.
Politik
dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi
enggan untuk menanamkan modal di Indonesia. Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai
lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung
negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan
penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.
Kepemimpinan Gus Dur :
· Dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya
pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang
rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil.
· Hubungan pemerintah dibawah pimpinan
Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti
Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah
(kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang
terus tertunda.
· Politik dan sosial yang tidak stabil
semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal
di Indonesia.
· Makin rumitnya persoalan ekonomi
ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang
cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya
kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam
negeri.
5. Era Reformasi
Megawati Soekarno Putri (2001-2004)
Pada
masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara bertahap terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002, pertumbuhan Indonesia mencapai
4,5 persen dari 3,64 persen pada tahun sebelumnya. Kemudian, pada 2003, ekonomi
tumbuh menjadi 4,78 persen. Di akhir pemerintahan Megawati pada 2004, ekonomi
Indonesia tumbuh 5,03 persen. Tingkat kemiskinan pun terus turun dari 18,4
persen pada 2001, 18,2 persen pada 2002, 17,4 persen pada 2003, dan 16,7 persen
pada 2004.
Saat
itu mulai ada tanda perbaikan yang lebih konsisten. Kita tak bisa lepaskan
bahwa proses itu juga dipengaruhi politik. Reformasi politik juga mereformasi
ekonomi kita. Perbaikan yang dilakukan pemerintah saat itu yakni menjaga sektor
perbankan lebih ketat hingga menerbitkan surat utang atau obligasi secara
langsung. Perekonomian Indonesia mulai terarah kembali. Meski tak ada lagi
repelita seperti di era Soeharto, namun ekonomi Indonesia bisa lebih mandiri
dengan tumbuhnya pelaku-pelaku ekonomi.
Masa kepemimpinan
Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan
adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan
yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
1. Meminta penundaan pembayaran
utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
2. Kebijakan privatisasi
BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis
dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan
politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak
kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Susilo
Bambang Yudhoyono (2004-2014)
Masa
Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu
mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan
ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM
dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Meski naik-turun,
pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono
(SBY) relatif stabil. Pertumbuhan Indonesia cukup menggembirakan di awal
pemerintahannya, yakni 5,69 persen pada 2005. Pada 2006, pertumbuhan ekonomi
Indonesia sedikit melambat jadi 5,5 persen. Di tahun berikutnya, ekonomi
Indonesia tumbuh di atas 6 persen, tepatnya 6,35 persen.
Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah
mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim
investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit
pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.
Selain
itu, pada periode ini pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang
dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya PNPM Mandiri
dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang
ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.
Pada
pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF
sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi
mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun
wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya
laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan
jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi
39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Lalu,
pada 2008, pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen meski turun tipis ke
angka 6,01 persen. Saat itu, impor Indonesia terbilang tinggi. Namun, angka
ekspor juga tinggi sehingga neraca perdagangan lumayan berimbang. Pada 2009, di
akhir periode pertama sekaligus awal periode kedua kepemimpinan SBY, ekonomi
Indonesia tumbuh melambat di angka 4,63 persen.
Perlambatan
tersebut merupakan dampak krisis finansial global yang tak hanya dirasakan
Indonesia tetapi juga ke negara lain. Pada tahun itu, Bank Sentral Amerika
Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga yang membuat harga komoditas global
naik. Lalu, pada 2010, ekonomi Indonesia kembali tumbuh dengan capaian 6,22
persen. Pemerintah juga mulai merancang rencana percepatan pembangunan ekonomi
Indonesia jangka panjang. Pada 2011, ekonomi Indonesia tumbuh 6,49 persen,
berlanjut dengan pertumbuhan di atas 6 persen pada 2012 yaitu di level 6,23
persen. Namun, perlambatan kembali terjadi setelah itu, dengan capaian 5,56
persen pada 2013 dan 5,01 persen pada 2014.
Joko
Widodo (2014- sekarang)
Pada masa
pemerintahannya, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi merombak
struktur APBN dengan lebih mendorong investasi, pembangunan infrastruktur, dan
melakukan efisiensi agar Indonesia lebih berdaya saing. Namun, grafik
pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan Jokowi terus
berada di bawah pertumbuhan pada era SBY.
Pada
2015, perekonomian Indonesia kembali terlihat rapuh. Rupiah terus menerus
melemah terhadap dollar AS. Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh 4,88 persen. Defisit
semakin melebar karena impor cenderung naik atau ekspor yang cenderung turun.
Di era Jokowi, arah perekonomian Indonesia tak terlihat jelas. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) seolah hanya sebagai dokumen tanpa
pengawasan dalam implementasinya.
Dalam
kondisi itu, tak diketahui sejauh mana RPJMN terealisasi. Ini tidak seperti
repelita yang lebih fokus dan pengawasannya dilakukan dengan baik sehingga bisa
dijaga. Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai terdongkrak tumbuh 5,03 persen.
Dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,17.
Berdasarkan
asumsi makro dalam APBN 2018, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomis 2018
secara keseluruhan mencapai 5,4 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi di kuartal
I-2018 ternyata tak cukup menggembirakan, hanya 5,06 persen. Sementara pada
kuartal II-2018, ekonomi tumbuh 5,27 persen dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Hanya ada sedikit perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya.
BPS
mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2018 sebesar 5,17
persen, malah melambat lagi dibandingkan kuartal sebelumnya.Untuk kuartal
IV-2018, pertumbuhan ekonomi diprediksi meleset dari asumsi APBN. Bank
Indonesia, misalnya, memprediksi pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan pada
2018 akan berada di batas bawah 5 persen.
1. Paket Kebijakan
Ekonomi : Tindakan Cepat Pemerintah
2. Tiga Langkah Paket Kebijakan Ekonomi Presiden
Jokowi
3. Langkah Jokowi Atasi Kelesuan Ekonomi
4. Penjelasan Paket Kebijakan Ekonomi
5. Cara menegakkan
ekonomi nasional
6. Solusi Jokowi pada
Sektor Industri
7. Solusi Jokowi pada Sektor Perdagangan
8. Solusi Jokowi pada Sektor
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
9. Solusi Jokowi untuk Nelayan
10. Solusi Jokowi pada Sektor Pariwisata
Daftar Pustaka