Sabtu, 16 Maret 2019

Sejarah Perekonomian Indonesia

Assalamualaikum Wr. Wb. Hallo teman, diblog kali ini saya akan menulis tentang Sejarah Perekonomian Indonesia, sejarah atau jalan cerita suatu tragedy atau jalan cerita bagaimana awal mula ekonomi Indonesia dapat masuk dan berkembang di Indonesia. Sejarah perekonomian Indonesia merupakan suatu catatan penting untuk melihat bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia dalam perjalanan waktunya. Kondisi perekonomian Indonesia mengalami berbagai dinamika seiring perputaran waktu. Hal itu relevan diungkapkan sebagai bagian untuk mengetahui realita perekonomian Indonesia.
Perekonomian Indonesia menggunakan sistem ekonomi Indonesia atau sistem ekonomi campuran. Apasih sistem ekonomi itu? Sistem ekonomi merupakan tata cara atau aturan masyarakat atau sebuah negara untuk mengatur kegiatan ekonomi. Dasar dari sistem ekonomi Indonesia merupakan pancasila.
Ciri ciri sistem ekonomi Indonesia :
·         Perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan
·         Cabang cabang usaha / produksi yang menyangkut hajat orang banyak dikuasai oleh negara
·         Bumi, air dikuasai oleh negara untuk kemakmuran masyarakat
·         Musyawarah untuk mufakat
·      Masyarakat bebas dalam kepemilikan modal, asalkan tidak melanggar aturan pemerintah dan tidak   merugikan negara.
·         Fakir/miskin dipelihara oleh negara

SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

1.  Era Pra Kolonialisme

Sejarah awal
      Para cendekiawan india telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa di pulau Jawa dan Sumatra atau Swarna dwipa sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai MahakamKalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ratusan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra pada abad ke 7 hingga 14 dan Majapahit di Jawa pada abad ke 13 sd 16, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perkawinan & perdagangan (seperti di Maluku). Hal tersebut telah terjadi sebelum Eropa Barat mengalami masa Renaissance di abad ke 16 .

Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa TimurMajapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

Kerajaan & Kesultanan Islam
Kesultanan sebagai sebuah pemerintahan oleh penguasa muslim hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Tiongkok, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
Menurut sumber-sumber Cina zaman dinasti Tang, menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin permukiman Arab muslim di pesisir pantai SumateraIslam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini tampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semakin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu & Buddha sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari negara-negara Muslim yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera PasaiKesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan MataramKerajaan IhaKesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
Dengan kata lain, system pemerintahan masih berbentuk feudal. Kegiatan utama perekonomian adalah:
– Pertanian, umumnya monokultura, misalnya padi di Jawa dan rempah–rempah di Maluku.
– Eksplorasi hasil alam, misalnya hasil laut, hasil tambang, dll.
– Perdagangan besar antarpulau dan antarbangsa yang sangat mengandalkan jalur laut.


Prasasti pada batu nisan menunjukkan bahwa pada awal abad ke 13 terdapat sebuah kerajaan Islam di bagian utara Sumatera disebut dengan Pasai atau Samudera. Kerajaan ini dianggap sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pada akhir abad ke 14 dan awal abad ke 15 pengaruh kerajaan Majapahit di Indonesia mulai menurun Karena konflik dan meningkatnya kerjaan Islam. Senah perdagangan baru, Malaka merupakan salah satu kekuatan baru, kekuatan ini berasal dari pesisir Malaysia. Negara ini menjadi pelahuan sukses dengan fasilitas menguntungkan dalam jaringan perdagangan luas yang membentang dari cina dan Maluku di ujung timur Afrika dan Mediterania di ujung barat. Historis antara perdagangan dan Islam juga terlihat dalam perkembangan di beberapa pulau di Indonesia. Cerita tentang Kejayaan Malaka telah mencapai Eropa dan menggoda bangsa Portugis yang memiliki teknologi navigasi maju, untuk berlayar ke bagian dunia ini agar bisa memiliki pengaruh lebih besar pada jaringan perdagangan rempah rempah dunia. Dan disini awal mula era Kolonialisme.

2.  Era Kolonialisme

Kolonisasi Portugis di Indonesia
Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.


Dari Sungai Tajo yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur. Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.

Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.

Perlawanan Rakyat Minahasa terhadap Portugis
Perjuangan perlawanan Rakyat Perserikatan Minahasa melawan Portugis telah berlangsung dari tahun 1512-1560, dengan gabungan perserikatan suku-suku di Minahasa maka mereka dapat mengusir Portugis. Portugis membangun beberapa Benteng pertahanan di Minahasa di antaranya di Amurang dan Kema.

Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Usaha perlawanan kolonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Sunda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.

Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.

Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairundapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.

Kolonisasi Belanda di Indonesia

SISTEM MONOPOLI VOC

          Sistem Monopoli VOC terdapat dalam masa penjajahan Belanda sekitar 1602 – 1942. Belanda masuk ke Indonesia pada tahun 1602. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan perpecahan diantara kerajaan kerajaan kecil di Indonesia. VOC berdiri pada tanggal 20 Maret 1602.Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah – rempah di Indonesia. Hal ini terjadi selama 3,5 abad. Hal yang pertama VOC adalah berusaha menguasai salah satu pelabuhan penting yang dijadikan pusat VOV. Untuk keperluan tersebut VOC mengincar kota Jayakarta. Ketika itu Jayakarta di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Banten. Sultan Banten mengangkat Pangeran Wijayakrama sebagai adipati di Jayakarta. 
       Mula – mula VOC mendapatkan izin dari Pangeran untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta, tetapi J.P. Coen yang menjabat sebagai gubernur VOC malah menyerang Pangeran Wijayakrama. Kota Jayakarta direbut dan dibakar, kemudian di atas reruntuhan kota Jayakarta J.P. Coen membangun sebuah kota baru yang beri nama Batavia. Batavia kemudian menjadi kantor pusat VOC. Dengan kedudukan yang makin kuat VOC melakukan politik dividi et Impera atau politik mengadu domba kepada kerajaan – kerajaan yang ada di Indonesia. VOC juga sering ikut campur dalam urusan pemerintahan kerajaan – kerajaan di Indonesia.
       Setelah berhasil menguasai seluruh kota penghasil rempah- rempah di Indonesia. VOC  diberikan hak Octrooi (Hak Istimewa) oleh Kerajaan Belanda. Hak Istimewa tersebut antara lain :
1.      Hak monopoli perdagangan
2.      Hak mencetak dan mengeluarkan uang
3.      Hak mengadakan perjanjian
4.      Hak mengumumkan peranan
5.      Hak menjalankan kekuasaan kehakiman
6.      Hak memungut pajak
7.      Hak memiliki angkatan perang
8.      Hak menyelenggarakan pemerintahan sendiri
    Dengan hak yang dimiliki VOC, maka kongsi dagang yang sering di sebut “Kompeni” berkembang dengan pesat. VOC memonopoli seluruh hasil rempah rempah yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia. Bukan hanya kepada masyarakat biasa, kompeni juga mengharuskan kerajaan – kerajaan menyerahkan hasil bumi seperti beras, lada, kopi, rempah – rempah, kayu jati dsb kepada VOC. Hasil bumi itu harus diberikan kepada VOC dengan jatah yang sudah ditetapkan oleh VOC.
Adapun bentuk aturan paksaan VOC yang diterapkan di Indonesia, antara lain :
a.   Aturan monopoli dagang, yaitu menguasai sendiri seluruh perdagangan rempah – rempah di Indonesia.
b.      Contingen Stelsel, yaitu pajak yang harus dibayar oleh rakyat dengan menyerahkan hasil bumi.
c.    Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada VOC dengan harga yang telah di tetapkan.
d.      Preangerstelsel, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyar Priangan untuk menanam kopi.
          Apabila seluruh aturan yang telah di tetapkan oleh VOC tidak di jalan kan maka pelanggarnya akan dijatuhi hukuman. Hukuman terhadap para pelanggar disebut ekstirpasi . hukuman itu berupa pembinasaan tanaman rempah – rempah milik petani dan pemiliknya disiksa atau bisa – bisa dibunuh.

SISTEM TANAM PAKSA

          Sistem tanam paksa / Cultuurstelsel adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Johannes Van Den Bosch pada tahun 1830 meniru gaya pemerintahan Deandles dan Raffles dengan cara mengeksploitasi tenaga kerja penduduk pribumi, yang mewajibkan setiap desa menyisishkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah colonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah colonial. 
     Latar belakang yang menyebabkan timbulnya sistem tanam paksa terjadi awal abab 19, pemerintah belnada mengeluakan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (Pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar. Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebangkrutan Johannes Van Den Bosch menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisis kekosongan kas Negara dengan cara peningkatan produksi tanaman ekspor melalui tanam paksa.

Ketentuan – ketentuan yang diterapkan oleh Van Den Bosch sebagai berikut :
1.      Para petani yang mempunyai tanah diminta menyediakan seperlima tanahnya utuk ditanami tanaman perdagngan yang sudah ditentukan.
2.    Bagian tanah yang digunakan untuk menanan tanaman wajib tersebut dibebaskan dari pembayaran pajak.
3.      Hasil dari penanaman tanaman perdagangan itu harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Setiap kelebihan hasil panen dan nilai pajaknya akan dibayarkan kembali sisanya.
4.   Tenaga dan waktu untuk menggarap tanaman perdagangan tidak melebihi dari tenaga dan waktu dalam menanam padi.
5.      Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab pemerintah.
6.  Bagi mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari dalam setahunnya di   perkebunan milik pemerintah.
7.    Penggarapan tanah untuk tanaman wajib akan diawasi langsung oleh penguasa pribumi. Pegawai   Belanda secara umum mengawasi jalannya penggarapan dan pengangkutannya.

Namun dalam perjalanan sistem tanam paksa banyak sekali penyimpangan ketentuan yang terjadi seperti:
a.      Sawah dan lading petani terbengkalai karena perhatian dipusatkan pada penanaman tanaman wajib.
b.      Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi waktu dari waktu yang ditentukan.
c.       Luas lahan untuk penanaman tanaman wajib melebihi dari seperlima lahan garapan.
d.      Lahan yang disediakan untuk penanaman tanamana wajib tetap dikenakan pajak tanan.
e.      Kelebihan hasil panen dan jumlah pajak yang dibayarkan tidak dikembalikan.

f.        Kegagalan panen tanaman wajib tetap menjadi tanggung jawab petani.
Semua penyimpangan dalam pelaksanaan tanam paksa telah mengakibatkan penderitaan yang sangat besar bagi rakyat seperti    :
1)    Bagi Indonesia (khususnya Pulau Jawa)
1.   Sawah ladang menjadi terbengkalai karena diwajibkan kerja terus menerus sehingga penghasilan menurun drastis.
2.    Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi dan menanggung resiko apabila terjadi kegagalan panen.
3.      Timbulnya tekanan fisik dan psikis yang bekepanjangan.
4.      Timbulnya bahaya kemiskinan yang semakin berat
5.  Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana – mana sehingga angka kematian   meningkat drastis. 

     Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian mengakibatkan jumlah penduduk menurun dratis. Selain itu juga terjdi penyakit busung kapar (hongorudium) dimana-mana. 
      Reaksi dan Tentangan dari berbagai pihak dengan mengadakan pelawanan, seperti yang dilakukan petani tebu di pasuruan 1833. Bahkan orang Belanda sendiri juga banyak yang menentang sistem tanam paksa tersebut. Hingga akhirnya sistem tanam paksa itu ditiadakan
Sistem Pemerintahan Belanda

Era Napoleon (1800-1811)

Setelah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) jatuh bangkrut dan dibubarkan pada akhir abad ke-18, tepatnya adalah pada tahun 1 Januari 1800 dan setelah Belanda kalah Perang Eropa dan dikuasai Prancis, maka Hindia Belanda jatuh ke tangan Prancis, walaupun secara pemerintahan masih di bawah negara kesatuan Republik Belanda (hingga 1806), kemudian dilanjutkan Kerajaan Hollandia (hingga 1810). Sejak saat itu dimulailah perang perebutan kekuasaan antara Prancis (Belanda) dan Britania Raya, yang ditandai dengan peralihan kekuasaan beberapa wilayah Hindia Belanda dan perjanjian, antara lain Persetujuan Amiens hingga Kapitulasi Tuntang.
Dalam masa ini Hindia Belanda berturut-turut diperintah oleh Gubernur Jenderal OverstratenWieseDaendels, dan yang terakhir adalah Janssens. Pada masa Daendels dibangunlah Jalan Raya Pos (jalur Pantura sekarang), kemudian meluaskan daerah jajahan hingga ke Lampung, namun kehilangan Ambon, Ternate dan Tidore yang direbut Britania. Tahun 1810 ketika Prancis menganeksasi Belanda, maka bendera Prancis dikibarkan di Batavia, dan Daendels kembali ke Eropa untuk berperang di bawah Napoleon. Janssens, penggantinya, tidak memerintah lama, karena Britania di bawah Lord Minto datang dan merebut Jawa dari Belanda-Prancis.

Interregnum Britania (1811-1816)
Setelah Britania menguasai Jawa, pemerintahan beralih sementara dari Belanda ke Britania, hingga akhir perang Napoleon pada 1816 ketika Britania harus mengembalikan Hindia Belanda kepada Kerajaan Belanda. Lord Minto menjadi Gubernur Jenderal pertama yang bermarkas di India, sedangkan Raffles diangkat menjadi Letnan Gubernur yang memimpin Jawa. Raffles kemudian membenahi pemerintahan di Jawa sesuai sistem pemerintahan Britania.
Salah satu penemuan penting pada pemerintahan Raffles adalah penemuan kembali Candi Borobudur, salah satu candi Buddha terbesar di dunia, dan Gunung Tambora di Sumbawa meletus, dengan korban langsung dan tidak langsung mencapai puluhan ribu jiwa.

Pemerintahan Kerajaan Belanda (sejak 1816)
Setelah Kongres Wina mengakhiri Perang Napoleon dan mengembalikan Jawa ke Belanda, sejak 16 Agustus 1816 pemerintah Kerajaan Belanda berkuasa dan berdaulat penuh atas wilayah Hindia Belanda yang tertulis dalam Undang-Undang Kerajaan Belanda tahun 1814 dan diamendemen tahun 18481872, dan 1922 menurut perkembangan wilayah Hindia Belanda, hingga 1942 ketika Jepang datang menyerbu dalam Perang Dunia II.
Dalam masa ini, terjadi pemberontakan besar di Jawa dan Sumatera, yang terkenal dengan Perang Diponegoro atau Perang Jawa, pada tahun 1825-1830, dan Perang Padri (1821-1837), dan perang-perang lainnya. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti tehkopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.

Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jenderal J.B. van Heutsz pemerintah Hindia Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.

Gerakan nasionalisme
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.

Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.

Kolonisasi Jepang di Indonesia
Awal kependudukan jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kedatangan Jepang ke Indonesia didasari oleh kebutuhan Jepang akan minyak bumi untuk keperluan Jepang. Menipisnya persediaan minyak bumi untuk keperluan perang dan tekanan dari Amerika Serikat yang melarang ekspor minyak bumi ke Jepang. Jepang mendarat di tiga daerah di Pulau Jawa yaitu Banten, Indramayu dan Rembang. Melalui Indramayu, Jepang dengan cepat merebut pangkalan udara Kalijati yang dikuasai oleh Belanda. Hingga akhirnya tanggal 9 Maret tahun Showa 17,upacara serah terima kekuasaan antara tentara Jepang dan Belanda di Kalijati diadakan.

Indonesia sudah lama diincar bala tentara Jepang. Alasanyannya adalah melimpah sumber daya manusia dan sumber daya alam. Hal ini sangat penting untuk mendukung kepentingan perang Jepang. Pada era kependudukan Jepang, perekonomian Indonesia bercorak ekonomi perang. Cirinya adalah adanya pengaturan, pembatasan, dan pegausaan faktor – faktor produksi oleh pemerintah militer. Pemerintah militer Jepang langsung mengawasi perkebunan untuk diberdayakan untuk perang. Dalam bidang perbankan Jepang melikuidasi bank – bank peninggalan Belanda. Kemudian Jepang mendirikan bank – bank sendiri. Jepang juga mengelarkan uang baru untuk menutup deficit akibat pembangunan bidang militer. 
          Awal mula kedatangan Jepang ke Indonesia bersikap manis dengan menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia dan bebas dari kesengsaraan yang dilakukan oleh bangsa Belanda .Masyarakat Indonesia terbuai ucapan dan janji manis dari bangsa Jepang. Padahal Bangsa Jepang juga memanfaatkan Indonesia dengan meeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya tenaga dari masyarakat pribumi sama seperti yang di lakukan oleh bangsa Belanda.
      Dengan mengekploitasi Jepang memberlakukan sistem pengaturan ekonomi pemerintahan Jepang, dan berikut beberapa hal yang diberlakukan     ;
1.   Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang. Mulai dari hasil perkebunan, pabrik, hasil pertambangan, bahan mentah, bank hingga perusahaan semua digunakan untuk mendukung kegiatan perang.
2.  Jepang mengawasi ekonomi Indonesia secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Jepang mengendalikan harga, menggendalikan perkebunan, mengendalikan peredaran sisa-sisa persediaan barang dan mengendalikan penggunaan barang.
3.   Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya semua kekayaan yang dimiliki masyarakat dkorbankan untuk kepentingan perang.

3.  Era Orde Lama

Ir. Soekarno (1945-1968)

Indonesia mengalami tiga fase perekonomian di era Presiden Soekarno. Fase pertama yakni penataan ekonomi pasca-kemerdekaan, kemudian fase memperkuat pilar ekonomi, serta fase krisis yang mengakibatkan inflasi. Pada awal pemerintahan Soekarno, PDB per kapita Indonesia sebesar Rp 5.523.863. Pada 1961, Badan Pusat Statistik mengukur pertumbuhan ekonomi sebesar 5,74 persen. Setahun berikutnya masih sama, ekonomi Indonesia tumbuh 5,74 persen. Lalu, pada 1963, pertumbuhannya minus 2,24 persen.
Angka minus pertumbuhan ekonomi tersebut dipicu biaya politik yang tinggi. Akibatnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit minus Rp 1.565,6 miliar. Inflasi melambung atau hiperinflasi sampai 600 persen hingga 1965. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat kembali ke angka positif pada 1964, yaitu sebesar 3,53 persen. Setahun kemudian, 1965, angka itu masih positif meski turun menjadi 1,08 persen. Terakhir di era Presiden Soekarno, 1966, ekonomi Indonesia tumbuh 2,79 persen.  
Beberapa kebijakan yang diambil dibawah pemerintahan Soekarno diantaranya :
1.      Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia.
2.      Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor
3.       Serta beberapa kebijakan lainnya yang ditujukan untuk memajukan perekonomianindonesia.
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia bergantian menggunakan sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan. Penyebabnya adalah :
1.   Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama dari kelompok-kelompok kanan (masyumi, PSI, dan tentara-AD) yang tidak menghendaki kemandirian ekonomi nasional.
2.      Pertarungan kekuasaan antar elit politik di tingkat nasional -yang berakibat jatuh-bangunnya cabinet  -tidak memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kabinetnya untuk teguh menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.
3.      Yang paling pokok: borjuasi dalam negeri (pribumi) yang diharapkan menjadi kekuatan pokok dalam mendorong industrialisasi dan kegiatan perekonomian justru tidak memiliki basis borjuis yang tangguh.
Di pengujung 1950-an, Republik Indonesia kembali diguncang krisis keuangan. Pada awal dekade itu, krisis serupa juga pernah menyerang. Tapi kali ini, keguncangan finansial tampaknya lebih fatal. Presiden Sukarno beserta perangkat pemerintahannya pun memberlakukan kebijakan darurat agar perekonomian negara tidak sekarat.

Sanering (pemotongan nilai mata uang) hingga redenominasi (penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengurangi nilai tukar) diterapkan. Namun, kian rumit dan panasnya situasi politik membuat upaya perbaikan moneter menjadi kurang maksimal, ditambah lagi dengan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang akhirnya menumbangkan rezim Orde Lama. Sukarno gagal mengulangi keberhasilan menjinakkan krisis ekonomi sebelumnya. Kala itu, strategi gunting uang yang diterapkan pemerintah membuahkan hasil gemilang. 

4.  Era Orde Baru

Soeharto (1967-1998)

Orde Baru merupakan sebutan yang menunjukan masa peralihan dari pemerintahan Orde Lama. Masa Orde Baru lahir pada tahun 1966 dan diawali dengan keberhasilan dalam menumpas G.30.S/PKI di tanggal 1 Oktober 1965, pemerintahan ini berakhir pada tahun 1998. Ketika itu pemerintahan Indonesia dipimpin oleh Presiden Soeharto, itulah sebabnya kenapa Orde Baru juga dikenal dengan era pemerintahan Soeharto. Orde Baru hadir dengan berbagai inovasi baru untuk masa depan bangsa yang lebih baik termasuk kaitannya dalam mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di masa Orde Lama. Pada era kekuasaan Soekarno keamanan dalam negeri dianggap sangat tidak kondusif, ketika itu muncul peristiwa pemberontakan yang didalangi oleh G30S PKI. Kondisi inilah yang dianggap sebagai cikal bakal runtuhnya pemerintahan Orde Lama.
Ada banyak prestasi yang dicapai pada masa Orde Baru khususnya dari segi ekonomi. Namun meskipun demikian, maraknya KKN turut melukai kepercayaan rakyat yang sudah terbangun untuk negara hingga memunculkan sebuah pergerakan yang akhirnya terjadi masa peralihan ke masa Reformasi.
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Beberapa kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada masa orde baru adalah:
1.    Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
Pada April 1969, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang dan pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama lima tahun sekali.
Ø Repelita I (1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pertumbuhan ekonomi berhasil naik 3 sampai 5,7% sedangkan tingkat inflasi menurun menjadi 47,8%. Namun, kebijakan pada masa Repelita I dianggap menguntungkan investor Jepang dan golongan orang-orang kaya saja. Hal ini memicu timbulnya peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari).
Ø Repelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Ø Repelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pada azas pemerataan, yaitu:

Ø Repelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri.
Ø Repelita V (1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga kerja, dan mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri.
Ø Repelita VI dimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor ekonomi, industri, pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.
2.    Revolusi Hijau
Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional (peasant) ke cara modern (farmers). Untuk meningkatkan produksi pertanian umumnya dilakukan empat usaha pokok, yang terdiri dari:
v Intensifikasi, yaitu penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian untuk memanfaatkan lahan yang ada guna memperoleh hasil yang optimal; Perubahan ini dilakukan melalui program Panca Usaha Tani yang terdiri dari:

v Ekstentifikasi, yaitu perluasan lahan pertanian untuk memperoleh hasil pertanian yang lebih optimal;
v Diversifikasi (keanekaragaman usaha tani);

v Rehabilitasi (pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis).
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.

Baharuddin Jusuf  Habibie (1998-1999)


Pemerintahan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie dikenal sebagai rezim transisi. Salah satu tantangan sekaligus capaiannya adalah pemulihan kondisi ekonomi, dari posisi pertumbuhan minus 13,13 persen pada 1998 menjadi 0,79 persen pada 1999. 
Habibie menerbitkan berbagai kebijakan keuangan dan moneter dan membawa perekonomian Indonesia ke masa kebangkitan. Kurs rupiah juga menguat dari sebelumnya Rp 16.650 per dollar AS pada Juni 1998 menjadi Rp 7.000 per dollar AS pada November 1998. Pada masa Habibie, Bank Indonesia mendapat status independen dan keluar dari jajaran eksekutif.
Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara
2.      Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
3.      Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
4.      Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
5.      Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
6.      Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
7.   Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pemerintahan presiden B.J. Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi.

Abdurrahman Wahid (1999-2001)


Abdurrahman Wahid alias Gus Dur meneruskan perjuangan Habibie mendongkrak pertumbuhan ekonomi pasca krisis 1998. Secara perlahan, ekonomi Indonesia tumbuh 4,92 persen pada 2000. Gus Dur menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Pemerintah membagi dana secara berimbang antara pusat dan daerah. Kemudian, pemerintah juga menerapkan pajak dan retribusi daerah. Meski demikian, ekonomi Indonesia pada 2001 tumbuh melambat menjadi 3,64 persen. 
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil. Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.
Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia. Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.
Kepemimpinan Gus Dur :
·   Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil.
·    Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.
·      Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia.

·     Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.

5.  Era Reformasi

Megawati Soekarno Putri (2001-2004)


Pada masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara bertahap terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002, pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5 persen dari 3,64 persen pada tahun sebelumnya. Kemudian, pada 2003, ekonomi tumbuh menjadi 4,78 persen. Di akhir pemerintahan Megawati pada 2004, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen. Tingkat kemiskinan pun terus turun dari 18,4 persen pada 2001, 18,2 persen pada 2002, 17,4 persen pada 2003, dan 16,7 persen pada 2004.
Saat itu mulai ada tanda perbaikan yang lebih konsisten. Kita tak bisa lepaskan bahwa proses itu juga dipengaruhi politik. Reformasi politik juga mereformasi ekonomi kita. Perbaikan yang dilakukan pemerintah saat itu yakni menjaga sektor perbankan lebih ketat hingga menerbitkan surat utang atau obligasi secara langsung. Perekonomian Indonesia mulai terarah kembali. Meski tak ada lagi repelita seperti di era Soeharto, namun ekonomi Indonesia bisa lebih mandiri dengan tumbuhnya pelaku-pelaku ekonomi.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
1.     Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
2.    Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.

Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)


Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Meski naik-turun, pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) relatif stabil. Pertumbuhan Indonesia cukup menggembirakan di awal pemerintahannya, yakni 5,69 persen pada 2005. Pada 2006, pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit melambat jadi 5,5 persen. Di tahun berikutnya, ekonomi Indonesia tumbuh di atas 6 persen, tepatnya 6,35 persen.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Selain itu, pada periode ini pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Lalu, pada 2008, pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen meski turun tipis ke angka 6,01 persen. Saat itu, impor Indonesia terbilang tinggi. Namun, angka ekspor juga tinggi sehingga neraca perdagangan lumayan berimbang. Pada 2009, di akhir periode pertama sekaligus awal periode kedua kepemimpinan SBY, ekonomi Indonesia tumbuh melambat di angka 4,63 persen.
Perlambatan tersebut merupakan dampak krisis finansial global yang tak hanya dirasakan Indonesia tetapi juga ke negara lain. Pada tahun itu, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga yang membuat harga komoditas global naik. Lalu, pada 2010, ekonomi Indonesia kembali tumbuh dengan capaian 6,22 persen. Pemerintah juga mulai merancang rencana percepatan pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang. Pada 2011, ekonomi Indonesia tumbuh 6,49 persen, berlanjut dengan pertumbuhan di atas 6 persen pada 2012 yaitu di level 6,23 persen. Namun, perlambatan kembali terjadi setelah itu, dengan capaian 5,56 persen pada 2013 dan 5,01 persen pada 2014. 

Joko Widodo (2014- sekarang)


Pada masa pemerintahannya, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi merombak struktur APBN dengan lebih mendorong investasi, pembangunan infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar Indonesia lebih berdaya saing. Namun, grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan Jokowi terus berada di bawah pertumbuhan pada era SBY.
Pada 2015, perekonomian Indonesia kembali terlihat rapuh. Rupiah terus menerus melemah terhadap dollar AS. Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh 4,88 persen. Defisit semakin melebar karena impor cenderung naik atau ekspor yang cenderung turun. Di era Jokowi, arah perekonomian Indonesia tak terlihat jelas. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) seolah hanya sebagai dokumen tanpa pengawasan dalam implementasinya. 
Dalam kondisi itu, tak diketahui sejauh mana RPJMN terealisasi. Ini tidak seperti repelita yang lebih fokus dan pengawasannya dilakukan dengan baik sehingga bisa dijaga. Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai terdongkrak tumbuh 5,03 persen. Dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,17.
Berdasarkan asumsi makro dalam APBN 2018, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomis 2018 secara keseluruhan mencapai 5,4 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 ternyata tak cukup menggembirakan, hanya 5,06 persen. Sementara pada kuartal II-2018, ekonomi tumbuh 5,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hanya ada sedikit perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya.
BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2018 sebesar 5,17 persen, malah melambat lagi dibandingkan kuartal sebelumnya.Untuk kuartal IV-2018, pertumbuhan ekonomi diprediksi meleset dari asumsi APBN. Bank Indonesia, misalnya, memprediksi pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan pada 2018 akan berada di batas bawah 5 persen.
1. Paket Kebijakan Ekonomi : Tindakan Cepat Pemerintah
2. Tiga Langkah Paket Kebijakan Ekonomi Presiden Jokowi
3. Langkah Jokowi Atasi Kelesuan Ekonomi
4. Penjelasan Paket Kebijakan Ekonomi
5. Cara menegakkan ekonomi nasional
6. Solusi Jokowi pada Sektor Industri
7. Solusi Jokowi pada Sektor Perdagangan
8. Solusi Jokowi pada Sektor Pemberdayaan Koperasi dan UMKM

9. Solusi Jokowi untuk Nelayan

10. Solusi Jokowi pada Sektor Pariwisata



Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar