Hallo teman, di blog
kali ini saya akan membahas tentang Sumber Daya Alam dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam yang ada di Indonesia serta Contoh Kasus Sumber Daya Alam yang ada di
Indonesia pada era 2014-2019.
Pengertian Sumber Daya Alam
Sumber
Daya Alam adalah keseluruhan dari faktor fisik, kimia, biologi, dan sosial yang
merupakan elemen pembentuk ekosistem disekitar kita. Ekosistem adalah tatanan
unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup. Sumber daya alam juga merupakan semua yang berasal dari bumi,
biosfer, dan atmosfer, yang keberadaannya tergantung pada aktivitas manusia.
Sumber daya ini tidaklah selalu bersifat fisik, tetapi ia juga dapat bersifat
non-fisik. Sumber daya ada yang dapat berubah menjadi bentuk lain, bahkan
menghilang, ada juga yang sifatnya kekal.
Klasifikasi Macam – Macam Jenis
Sumber Daya Alam
Sumber
daya alam dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai
berikut:
1. Berdasarkan Jenisnya, yaitu:
a. Sumber Daya Alam
Hayati (Biotik)
Sumber daya ini berasal
dari makhluk hidup, seperti flora, fauna, dan manusia.
b.
Sumber Daya Alam
Nonhayati (Abiotik)
Merupakan sumber daya
alam fisik, yang berupa benda-benda mati. Contohnya seperti air, kincir angin,
tanah, tambang, mineral, timah, besi, kwarsa dan lain-lain.
2. Berdasarkan Sifatnya, yaitu:
a) Sumber Daya Alam
Yang Terbarukan (Renewable Resources)
Merupakan sumber daya
yang dapat melakukan reproduksi atau perkembangbiakan, dan juga sumber daya
yang memiliki daya regenerasi atau pulih sendiri. Contohnya adalah mikroba,
air, tanah, flora, fauna.
b) Sumber Daya Alam
Yang Tidak Terbarukan (Non Renewable Resources)
Sumber daya alam ini
tidak mengalami perbaharuan, contohnya seperti minyak tanah, gas bumi, batu
bara, dan bahan tambang lainnya.
c) Sumber Daya Alam
Yang Tidak Habis (Perpetual Resources)
Contohnya seperti
udara, matahari, energi pasang surut, energi laut.
3. Berdasarkan Potensinya, yaitu:
A.
Sumber Daya Alam
Materi
Yaitu sumber daya alam
yang dimanfaatkan dalam bentuk fisiknya. Misalnya batu, besi, emas, kayu, serat
kapas, dan lain-lain
B.
Sumber Daya Alam
Energi
Yaitu sumber daya yang
dimanfaatkan energinya. Contohnya seperti batu bara, minyak bumi, gas bumi, air
terjun, sinar matahari, kincir angin, dan sebagainya.
C.
Sumber Daya Alam
Ruang
Yaitu sumber daya alam
yang merupakan ruang atau tempat hidup, misalnya area tanah
4. Berdasarkan Tujuannya, yaitu:
1)
Sumber Daya Alam
Bahan Industri
Merupakan sumber daya
alam yang umumnya di gunakan sebagai bahan dasar atau bahan baku industri
misalnya tanah liat, belerang dan sebagainya.
2)
Sumber Daya Alam
Bahan Pangan
Merupakan sumber daya
alam yang digunakan sebagai bahan pangan baik langsung maupun melalui
pengelolahan terlebih dahulu misalnya padi, jagung, dan kedelai.
3)
Sumber Daya Alam
Bahan Sandang
Merupakan sumber daya
alam bahan sandang adalah sumber daya alam yang dapat Di gunakan sebagai bahan
baku pembuatan sandang misalnya sutra dan kapas.
Pemanfaatan Sumber Daya Alam
·
Bidang Pertanian
Tanah merupakan sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan, keadaan tanah yang subur serta didukung oleh iklim tropis dapat
dimanfaatkan oleh penduduk indonesia untuk mencari nafkah pada bidang
pertanian, bidang pertanian di Indonesia secara umum dapat dibagi dalam dua
hal, yaitu
Ø Pertanian lahan kering
Yaitu pengelolaannya
mengandalkan air hujan, yang hanya dapat berguna pada saat musim hujan. Pada
saat musim kemarau lahan tidak ditanami apapun. Lahan ini dikembangkan pada
ketinggian 500-1.500 m. Dengan suhu udara yang sejuk, sehingga dapat ditanami
sayuran, buah-buahan, serta palawija.
Ø Pertanian lahan basah
Masyarakat Indonesia
menyebutnya dengan sawah. Petani mengembangkan lahan ini pada dataran rendah
(300 m kebawah). Ketersediaan air dimanfaatkan dari sungai atau irigasi
disekitarnya. Jenis tanaman yang ditanam adalah padi.
·
Bidang
Perkebunan
Lahan yang baik
juga dapat digunakan sebagai tempat berkebun, untuk menanam tanaman semusim
maupun lainnya. Perkebunan dibagi menjadi perkebunan besar yang merupakan kebun
yang dikelola oleh perusahan berbadan hukum, dan perkebunan rakyat yang
merupakan kebun yang dikelola oleh rakyat.
Perkebunan yang umum digunakan di Indonesia adalah untuk menanam kopi, teh, kelapa sawit, cengkeh, pala, karet, vanili, lada, dan coklat.
Perkebunan yang umum digunakan di Indonesia adalah untuk menanam kopi, teh, kelapa sawit, cengkeh, pala, karet, vanili, lada, dan coklat.
·
Bidang
Peternakan
Lahan dapat digunakan sebagai peternakan, dan hewan
yang di urus dapat menjadi sumberdaya yang renewable. Sehingga dapat
dikembangbiakkan, dan dapat menambah produktivitas dari segi pangan maupun
ekonomi. Sesuatu yang dihasilkan dari hewan ternak seperti telur, dan susu
dapat digunakan sebagai sumber ekonomi masyarakat dari hasil penjualan, begitu
pula dengan daging unggas yang diternak. Peternakan yang sering dilakukan di
Indonesia adalah peternakan ayam, bebek, sapi, babi, dan kuda.
·
Bidang Perikanan
Perikanan merupakan sumberdaya yang luas yang
terdapat di laut maupun air tawar, karena Indonesia termasuk negara maritim
yang dua pertiganya adalah perairan, maka memudahkan masyarakat Indonesia
memanfaatkan sumberdaya alam ini. Hewan yang hidup didalam air terus berkembang
biak, sehingga sumberdaya alam ini selalu terbaharui. Akan tetapi penting pula
bagi masyarakat menjaga sumberdaya alam ini dengan memerhatikan hal tertentu
dalam menangkap ikan dan hewan air lainnya, agar penghuni diperairan ini dapat
terus hidup dan berkembang biak.
·
Bidang
Pertambangan
Pertambangan dapat dikelola oleh masyarakat maupun
perusahaan. Perusahaan baik itu pemerintah maupun swasta dapat mengelola
pertambangan. Minyak bumi dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti bahan
bakar minyak, listrik, industri, kendaraan, dan juga dapat menjadi sumber
ekonomi ketika dilakukan ekspor danpenjualan lainnya.
·
Bidang Kehutanan
Sumber daya alam hutan sangat berlipah di Indonesia.
Hutan dimanfaatkan penduduk untuk berbagai keperluan, baik sebagai sumber
pangan, penghasil kayu bangunan ataupun sebagai sumber tambang dan mineral
berharga. Pemanfaatan hutan selanjutnya dilakukan secara intensif dengan
mengambil secara besar-besaran sumber daya yang ada di dalamnya.
Pengelolaan Sumber Daya Alam
Pengelolaan
merupakan upaya yang tersusun secara sistematis dan terpadu yang dilakukan dan
bertujuan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta
dapat mencegah terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup.
Pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana dapat dilakukan dengan
konservasi. Konservasi berarti pengurangan atau peniadaan penggunaan karena
lebih mengutamakan bentuk penggunaan lain dalam hal sumberdaya alam itu
memiliki penggunaan yang bermacam-macam.
Konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan
pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara seimbang. Konservasi
dapat dilakukan dengan kegiatan:
ü Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya
ü Pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati dan
ekosistemnya
ü Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan
Konservasi
sumberdaya alam terkait dengan pengelolaan lingkungan, yang termaktub didalam
UURI No 32 Th 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu : upaya
sistematis dan terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup, meliputi
kebijaksanaan 6P. 6P disini memiliki pengertian sebagai berikut:
·
Perencanaan
·
Pemanfaatan
·
Pengendalian
·
Pemeliharaan
·
Pengawasan
·
Penegakan Hukum
Contoh Kasus Sumber Daya Alam Kebakaran Hutan dan
Lahan di Riau
Indonesia
masih belum lepas dari fenomena kebakaran hutan dan lahan, baik karena
perbuatan manusia atau faktor alam. Ketika memasuki musim kering terutama saat
El Nino, kondisi hutan dan lahan mudah terbakar. Apalagi ketika intensitas
curah hujan tidak cukup tinggi, kebakaran akan cepat meluas.
Bahkan
kerap kali perusahaan membuka lahan konsesi dengan menebang dan membakar hutan.
Demikian pula dengan pola hidup masyarakat yang kerap kali terkait dengan
degradasi hutan karena menggantungkan hidup pada sumber daya alam seperti
menebang pohon secara sembarangan dan melakukan ladang berpindah.
Padahal,
tanpa masyarakat sadari, pola eksploitasi lahan seperti itu telah menambah
luasan kerusakan hutan. Contohnya, masyarakat melakukan ladang berpindah dengan
menebang dan membakar sebagian wilayah hutan tanpa ada upaya pemulihan lahan
yang ditinggalkan.
Baru-baru
ini terjadi kebakaran hutan dan lahan di Riau, dari 850 hektare lahan terbakar
di sepanjang awal 2019. Kebakaran terluas terjadi di Kabupaten Bengkalis. Upaya
penanggulangan kebakaran pun masih terus dilakukan.
Salah
satu daerah yang dilanda kebakaran di Riau adalah Desa Mumugo Kecamatan Tanah
Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, yang dinsinyalir disengaja untuk
kepentingan perkebunan kelapa sawit. Luas kebakaran sudah mencapai 30 hektare,
mayoritas semak belukar. Kebakaran hutan dan lahan di Desa Mumugo berada di areal
peruntukan lain (APL), sebagian besar lahan masyarakat.
Daerah
yang saat ini menjadi fokus pemerintah daerah dan pusat adalah Pulau Rupat,
Bengkalis. Wilayah itu selama dua pekan terakhir terus dilanda karhutla hingga
lebih dari 200 hektare. Ratusan personel gabungan TNI, Polri, Manggala Agni,
BPBD serta masyarakat terus berjibaku melakukan pemadaman.
Namun,
upaya itu belum membuahkan hasil maksimal. Tak hanya darat, tim udara juga
terus berjibaku melalui operasi pengeboman air. Bahkan, satu sekolah di Rupat
terpaksa diliburkan karena kondisi udara pada level membahayakan dengan jarak
pandang hanya 100 meter.
Selain Bengkalis, titik-titik api baru terpantau di Kota Dumai, Pekanbaru, Kabupaten Rokan Hilir dan Indragiri Hilir. Secara umum, sembilan dari 12 kabupaten dan kota di Riau telah dan sedang dihadapkan dengan Karhutla. Kabupaten Bengkalis menjadi wilayah yang paling parah dihadapkan Karhutla dengan total luas kebakaran 817 hektare, dari 1.136 hektare seluruh Riau.
Selain Bengkalis, titik-titik api baru terpantau di Kota Dumai, Pekanbaru, Kabupaten Rokan Hilir dan Indragiri Hilir. Secara umum, sembilan dari 12 kabupaten dan kota di Riau telah dan sedang dihadapkan dengan Karhutla. Kabupaten Bengkalis menjadi wilayah yang paling parah dihadapkan Karhutla dengan total luas kebakaran 817 hektare, dari 1.136 hektare seluruh Riau.
Selanjutnya
Rokan Hilir tercatat 132 hektare, Dumai 60 hektare, Indragiri Hilir 38 hektare,
Siak 30 hektare, Kampar 15 hektare, Pekanbaru 21,01 hektare dan Meranti 20,4
hektare.
Pemerintah Pusat dan Daerah hingga hari ini terus berjuang untuk sedapat mungkin melakukan upaya pemadaman. Bantuan terakhir datang dari TNI AU yang mengerahkan satu unit pesawat Casa 212 untuk membantu upaya penanggulangan ke wilayah yang telah menetapkan status siaga Karhutla tersebut melalui operasi hujan buatan.
Pemerintah Pusat dan Daerah hingga hari ini terus berjuang untuk sedapat mungkin melakukan upaya pemadaman. Bantuan terakhir datang dari TNI AU yang mengerahkan satu unit pesawat Casa 212 untuk membantu upaya penanggulangan ke wilayah yang telah menetapkan status siaga Karhutla tersebut melalui operasi hujan buatan.
Dengan
respons cepat, tim Satuan Tugas Gabungan dan Manggala Agni Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan bergerak aktif memadamkan api yang membakar
hutan dan lahan di wilayah Provinsi Riau dan Sumatera Utara (Sumut) akibat El
Nino lemah. Titik panas indikasi kebakaran hutan dan lahan di seluruh Indonesia
berdasarkan citra satelit sebanyak 70.971 pada tahun 2015; 3.844 tahun 2016,
2.440 tahun 2017, dan 9.205 tahun 2018.
Bencana
kebakaran ini berpotensi mengundang bencana susulan yang lebih besar, berupa
bencana ekologi serta bencana sosial. Kerusakan lingkungan, kepunahan
keanekaragaman hayati, banjir, longsor, kekeringan, hingga meledaknya hama
akibat kacaunya sistem rantai makanan di alam. Belum lagi peningkatan
jumlah penduduk miskin, kerawanan pangan, kerentanan terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia akibat semakin berkurangnya akses masyarakat terhadap
sumber daya lahan dan hutan semakin mengancam kehidupan masyarakat. Bahkan
diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
Bencana
kebakaran yang terjadi saat ini merupakan “puncak gunung es” dari permasalahan
tata kelola lahan dan hutan di Indonesia. Hampir setiap tahun kebakaran
lahan dan hutan terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Intensitas dan luas
cakupan kebakaran tidak ada perubahan secara signifikan.
Perusahaan
yang ditemukan lahan terbakar juga harus memantapkan upaya restorasi dan
pemulihan lahan, gambut, dan hutan. Pemantauan dan evaluasi perlu dilakukan
secara berkala terhadap dampak dan kondisi infrastruktur restorasi lahan dan
daerah gambut serta pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan.
Pemerintahan
Joko Widodo yang masih menyisakan waktu delapan bulan pada periode pemerintahan
2014-2019 diharapkan mampu menyelesaikan masalah kebakaran hutan. Kebakaran
hutan dan lahan tentu juga harus menjadi perhatian bagi calon presiden yang
akan memimpin Indonesia pada periode berikutnya.
Untuk
itu, diharapkan muncul pemimpin yang pro lingkungan dan mampu menyajikan
pemecahan masalah atas kebakaran hutan dan lahan serta pengrusakan lingkungan
untuk mewujudkan bumi yang lestari. Berdasarkan olah data yang disajikan Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia pada 2018, luas daratan Indonesia
191.944.000 hektare persegi dan luas laut 327.381.000 hektar persegi.
Sementara,
159.178.237 hektar wilayahnya sudah terkapling dalam izin. Sebagian besar
wilayah izin tersebut berada di wilayah darat. Apabila dibandingkan dengan luas
wilayah darat, maka luas penggunaan wilayah yang sangat cara legal dialokasi
untuk korporasi adalah 82,91 persen. Dibandingkan dengan wilayah laut adalah
29,75 persen.
Catatan
penggunaan ruang itu bisa lebih besar apabila data perizinan daerah dapat
teregistrasi atau bisa dikonsolidasikan dengan baik di tingkat
kementerian/lembaga. Dari data titik panas yang diolah oleh Walhi, dari 8.617
titik panas sepanjang 2018, 3.427 titik panas berada di lahan gambut.
Pemerintah
dalam upayanya telah melakukan penegakan hukum terhadap 11 perusahaan dengan
denda mencapai Rp 18 triliun. Meski pemerintah meraih kemenangan dalam gugatan
terhadap korporasi itu yang mana pada 2015-2018 Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan telah mengantongi deposit kemenangan terhadap korporasi dalam
gugatan kerugian dan pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp 16,94 triliun untuk
kerugian lingkungan hidup dan Rp 1,37 triliun untuk biaya pemulihan, namun belum
ada satupun putusan yang sudah dieksekusi hingga saat ini.
Untuk
itu, menjadi suatu tantangan bagi pemerintah untuk lekas melakukan eksekusi
untuk mendapat denda yang harus dibayarkan oleh korporasi yang melakukan
pengrusakan lingkungan. Ini cerminan bahwa masih banyak 'pekerjaan rumah' ke
depan terkait lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Pendapat saya dalam kasus kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi di Riau
Kebakaran
hutan menyebabkan pencemaran udara dan peningkatan emisi karbon yang
berpengaruh pada perubahan iklim dan pemanasan global yang berakibat buruk bagi
kelangsungan hidup di muka bumi seperti peningkatan suhu permukaan bumi dan
mencairnya es di kutub yang menyebabkan naiknya permukaan air laut. Ke depan,
yang harus juga dipikirkan bagaimana melakukan pemulihan hutan agar tidak
menjadi beban bagi generasi yang akan datang.
Bencana
asap ini bukan yang pertama kali, mestinya pemerintah bisa menjadikan
pembelajaran dari bencana sebelumnya. Hal ini menunjukan lemahnya kapasitas
pemerintah dalam mengelola sumber daya alam. Selain itu, tidak adanya review
dan audit perizinan terutama pada lahan gambut yang selama ini terjadi proses
pengeringan oleh konsesi perusahan menjadi salah satu faktor utama penyebab
bencana ini terjadi. Kejadian ini akan terus berulang ditahun-tahun mendatang
apabila penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran masih lemah dan tidak
menimbulkan efek jera. Pemerintah berkewajiban menjamin hak warga
negaranya dalam mendapatkan layanan lingkungan yang sehat.
Pemerintah
belum mempunyai resolusi kebijakan jangka panjang untuk menangani kebakaran
yang hampir setiap tahun terjadi. Penanggulangan kebakaran yang ada masih
berkutat seputar teknis pencegahan dan pemadaman kebakaran. Kasus kebakaran
hutan di Indonesia merupakan masalah struktural pengelolaan sumber daya alam,
yang hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan skema kebijakan, hukum, dan
kelembagaan secara progresif. Anggaran mencapai Rp 385 milliar yang disiapkan
pemerintah tahun ini hanya dapat dibenarkan sebatas untuk menyelamatkan dan
meminimalisir dampak lingkungan yang akan terjadi. Akan tetapi, tanpa ada
intervensi di level kebijakan, hukum, dan kelembagaan, masalah kebakaran di
Indonesia tidak akan pernah selesai secara permanen.
Fakta-fakta
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai potensi besar dalam pengelolaan
hutan lestari dan pencegahan bencana alam, seperti kebakaran hutan. Seharusnya
pemerintah melindungi, mempromosikan dan mengintegrasikan peran masyarakat tersebut
dalam rangka menjaga hutan tersisa dan merehabilitasi hutan yang sudah rusak.
Pemerintah
seyogyanya menyiapkan langkah-langkah antisipatif atas apapun kebakaran yang
terjadi baik karena pengaruh alam dan perbuatan manusia. Perusahaan-perusahaan
yang melakukan pengrusakan kehutanan seperti membakar hutan untuk membuka lahan
juga harus ditindak tegas agar tidak melakukan pembakaran hutan atau
mengeksploitasi sumber daya alam dengan merusak lingkungan seperti membuka
tambang-tambang liar.
Selain
itu, perlu dicarikan pemecahan masalah dalam membantu masyarakat yang
menggantungkan mata pencahariannya melalui pemanfaatan sumber daya alam dan
pengelolaan hutan. Masyarakat harus diarahkan untuk beralih ke kegiatan ekonomi
produktif dengan pengelolaan lahan dan hutan yang lestari dan berkelanjutan.
Misalnya, warga dapat menghasilkan dan mengembangkan madu hutan dari lebah liar
serta bercocok tanam tanpa harus berpindah-pindah.
Penegakan
hukum dan peraturan secara transparan harus dikedepankan dalam mengatasi
permasalahan kebakaran hutan dan lahan di wilayah konsesi perusahaan.
Kolaborasi lintas kementerian dan lembaga serta koordinasi antara pusat dan
daerah harus ditingkatkan untuk pelaksanaan penegakan hukum dan peraturan serta
penanganan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang lebih efektif dan efisien.
Analisis :
·
Dampak Positif
Keberhasilan masyarakat dalam mengelola sumber daya
alam:
Ø Praktek-praktek pengelolaan hutan secara lestari,
pencegahan bencana alam, dan upaya memulihkan hutan dapat kita lihat pada
komunitas adat Dayak Iban Sungai Utik di Kalimantan Barat dan Komunitas Adat
Dayak Benuaq Kampung Muara Tae di Kalimantan Timur. Pada tanggal 7 Agustus
2008, komunitas adat Dayak Iban Sungai Utik menerima sertifikat Ekolabel
Pengelolaan Hutan Adat dari Kementerian Kehutanan, karena telah menjaga dan
melestarikan sumberdaya alam serta mencegah terjadinya bencana alam dan
kerusakan lingkungan di wilayah adat (hutan adat).
Ø Pada 21 September 2015, masyarakat adat Dayak Benuag
di Kampung Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur, mendapatkan penghargaan
Equador Prize atas upaya mereka dalam mempertahankan, melindungi dan memulihkan
hutan dan wilayah adat mereka yang tersisa dari gempuran HPH, Tambang dan
perkebunan sawit.
Ø Pengelolaan hutan melalui skema Community Logging
Telapak yang dilakukan Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL), Konawe Selatan,
Sultra, Koperasi Hutan Sumber Wilis (KHSW), Tulungagung, Jawa Timur, Koperasi
Maju Bersama (KMB), Minahasa, Sulawesi Utara, Koperasi Wana Lestari Menoreh
(KWLM), Kulonprogo, Jogjakarta, Koperasi Griya Mukti Wana Tirta (GMWT),
Lampung, Koperasi Bintang Muda, Lombok Timur, NTB, Koperasi Tani Lembong, Luwu,
Sulawesi Selatan, telah terbukti berhasil dalam upaya memulihkan hutan,
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sehingga akan menumbuhkan
kesadaran komunal dalam pencegahan bencana alam dilingkungan sekitarnya.
·
Dampak Negatif
Ø Rusaknya berbagai sistem pendukung perikehidupan
yang penting bagi manusia, baik sistem biofisik maupun sistem sosial
Ø Munculnya bahaya-bahaya baru akibat ciptaan manusia,
seperti bahan berbahaya dan beracun
Ø Pengalihan beban dan resiko kepada generasi berikutnya
atau kepada daerah lain
Ø Kebakaran hutan dan lahan menyebakan tersebarnya
asap dan emisi gas karbondioksida dan gas-gas lain ke udara yang berdampak pada
pemanasan global dan perubahan iklim.
Ø Kebakaran hutan akan menyebabkan hutan menjadi
gundul sehingga tak mampu menampung cadangan air saat musim hujan. Hal ini yang
menjadi faktor terjadinya tanah longsor maupun banjir.
Ø Berkurangnya sumber air bersih dan menyebabkan
kekeringan karena kebakaran hutan menyebabkan hilangnya pepohonan yang
menampung cadangan air.
Dampak-dampak
itu terutama merupakan hasil interaksi (hubungan timbal balik) dari tiga faktor
utama :
ü Pertumbuhan penduduk
ü Pertumbuhan produksi untuk memenuhi kebutuhan penduduk
ü Lembaga-lembaga masyarakat, termasuk teknologi yang
dikembangkan untuk meningkatkan produksi
Langkah
yang bisa dilakukan masyarakat antara lain sebagai berikut :
· Ketika musim
kemarau atau berangin, sebaiknya jangan sembarangan melakukan pembakaran.
· Jangan membakar
atau membuang puntung rokok pada rumput, semak kering di lokasi yang rawan
terbakar.
· Jangan membuka
lahan perkebunan dengan cara membakar hutan. Jika melakukan aktivitas
pembakaran, usahakan dilakukan dengan minimal jarak 50 kaki dari bangunan dan
500 kaki dari hutan. Penting untuk memastikan api telah padam setelah melakukan
aktivitas pembakaran.
Semoga
dengan adanya tulisan diatas dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian
mengenai sumber daya alam serta contoh kasus sumber daya alam yang pernah
terjadi di Indonesia. Kurang lebihnya mohon maaf, terima kasih.
Wassalammualaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh
Daftar
Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar