Sabtu, 20 April 2019

Data Statistik Inflasi


Hallo teman! Di blog kali ini saya akan memaparkan sedikit informasi tentang inflasi serta tabel dan grafik inflasi dari tahun 2015-2019.

Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
a.       Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik https://bps.go.id.   
b.      Indeks Harga Produsen (IHP)
Indikator ini mengukur perubahan rata-rata harga yang diterima produsen domestik untuk barang yang mereka hasilkan.
c.       Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)
menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
d.      Indeks Harga Aset
Indeks ini mengukur pergerakan harga aset antara lain properti dan saham yang dapat dijadikan indikator adanya tekanan terhadap harga secara keseluruhan.

Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
1.      Kelompok Bahan Makanan
2.      Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
3.      Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
4.      Kelompok Sandang
5.      Kelompok Kesehatan
6.      Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
7.      Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Indeks Harga Konsumen (IHK):
Indeks yang menghitung rata-rata perubahan hargadari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. IHK merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Perubahan IHK dari waktu  ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa. 
Statistik harga, khususnya statistik harga konsumen dikumpulkan dalam rangka penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Penghitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari sekelompok tetap barang/jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang/jasa kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Indeks Harga Konsumen Indonesia dihitung dengan rumus Laspeyres termodifikasi. Dalam penghitungan rata-rata harga komoditas, ukuran yang digunakan adalah rata-rata aritmatik, tetapi untuk beberapa komoditas seperti beras, minyak goreng, bensin, dan sebagainya digunakan rata-rata geometri.
Mulai Januari 2014, IHK disajikan dengan menggunakan tahun dasar 2012=100 dan mencakup 82 kota yang terdiri dari 33 ibu kota propinsi dan 49 kota-kota besar di seluruh Indonesia. IHK sebelumnya menggunakan tahun dasar 2007=100 dan hanya mencakup 66 kota.
Dalam menyusun IHK, data harga konsumen diperoleh dari 82 kota, mencakup antara 225 รข€“ 462 barang dan jasa yang dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran yaitu: bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau; perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; sandang; kesehatan; pendidikan, rekreasi dan olah raga; serta transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Setiap kelompok terdiri dari beberapa sub kelompok, dan dalam setiap sub kelompok terdapat beberapa komoditas. Lebih jauh, komoditas-komoditas tersebut memiliki beberapa kualitas atau spesifikasi.
Beberapa pasar tradisional, pasar modern, dan outlet di setiap kota dipilih untuk mewakili harga-harga dalam kota tersebut. Data harga masing-masing komoditi diperoleh melalui wawancara langsung dari 3 atau 4 pedagang eceran, yang didatangi oleh petugas pengumpul data.
Penarikan sampel secara purposive digunakan untuk melakukan pemilihan kota, pasar, outlet, responden, komoditas dan kualitas dalam penghitungan IHK. (yang paling dominan).
Frekuensi pengumpulan data harga berbeda antara satu komoditas dan komoditas lainnya., tergantung karakteristik masing-masing komoditas, sebagai berikut:
1.      Pengumpulan data harga beras dilakukan secara harian di Jakarta, dan mingguan di kota-kota lainnya.
2.      Beberapa komoditas yang termasuk ke dalam kebutuhan pokok, data harga dikumpulkan setiap   minggu pada hari Senin dan Selasa.
3.      Untuk beberapa komoditas bahan makanan, data harga dikumpulkan setiap dua minggu sekali, hari   Rabu dan Kamis pada minggu pertama dan ketiga.
4.      Untuk komoditas bahan makanan lainnya, makanan yang diproses, minuman, rokok dan tembakau, data harga dikumpulkan bulanan pada hari Selasa menjelang pertengahan bulan selama tiga hari (Selasa, Rabu, dan Kamis).
5.      Data harga untuk barang-barang tahan lama dikumpulkan secara bulanan pada hari ke-5 sampai hari ke-15.
6.      Data harga jasa-jasa dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
7.      Data harga sewa rumah dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
8.      Upah baby sitter dan pembantu rumah tangga diamati bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
9.      Data yang berhubungan dengan biaya pendidikan dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
1.      Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
a)      Interaksi permintaan-penawaran
b)      Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
c)      Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2.      Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari :
a)      Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) : Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
b)      Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) : Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.

Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.



Berikut tabel inflasi dari tahun 2015-2019


Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia
2005,2006,2007, Jan-Mei 2008 (2002=100), Juni 2008 - Desember 2013 (2007=100),
Januari 2014 - Desember 2018 (2012=100), Januari - Maret 2019 (2012=100)
Bulan
2015
2016
2017
2018
2019
IHK
Inflasi
IHK
Inflasi
IHK
Inflasi
IHK
Inflasi
IHK
Inflasi
Januari
118,71
-0,24
123,62
0,51
127,94
0,97
132,10
0,62
135,83
0,32
Februari
118,28
-0,36
123,51
-0,09
128,24
0,23
132,32
0,17
135,72
-0,08
Maret
118,48
0,17
123,75
0,19
128,22
-0,02
132,58
0,20
135,87
0,11
April
118,91
0,36
123,19
-0,45
128,33
0,09
132,71
0,10


Mei
119,50
0,50
123,48
0,24
128,83
0,39
132,99
0,21


Juni
120,14
0,54
124,29
0,66
129,72
0,69
133,77
0,59


Juli
121,26
0,93
125,15
0,69
130,00
0,22
134,14
0,28


Agustus
121,73
0,39
125,13
-0,02
129,91
-0,07
134,07
-0,05


September
121,67
-0,05
125,41
0,22
130,08
0,13
133,83
-0,18


Oktober
121,57
-0,08
125,59
0,14
130,09
0,01
134,2
0,28


November
121,82
0,21
126,18
0,47
130,35
0,2
134,56
0,27


Desember
122,99
0,96
126,71
0,42
131,28
0,71
135,39
0,62


Tingkat Inflasi

3,35

3,02

3,61

3,13

0,35



Analisis :
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi bulanan pada Desember sebesar 0,62% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) senilai 135,9 laju kenaikan harga pada akhir tahun lalu itu membuat inflasi tahunan menjadi 3,13% pada 2018 dari target 3,5%. Laju inflasi tahun 2017 lebih tinggi dibanding 2018 yang sebesar 3,61%. Di tahun 2015, inflasi di Indonesia sebesar  3,35% lebih tinggi dibanding 2016 yang turun menjadi 3,02%. Inflasi pada Januari 2019 sebesar 0,32%, Inflasi tahunan Januari 2019 dibandingkan pada Januari 2018 mencapai 2,82% Inflasi inti secara tahunan tercatat sebesar 3,06%. Angka inflasi tahun ini jauh lebih bagus dari pada tahun sebelumnya. Sebab inflasi pada Januari 2018 lalu tercatat sebesar 0,62%. Pada bulan Februari 2019 terjadi deflasi sebesar 0,08% sehingga membuat inflasi di tahun kalender menjadi 0,24%, sedangkan secara tahunan 2,57%. Sasaran inflasi terus diarahkan ke tingkat yang lebih rendah dan stabil untuk mendukung daya beli dan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Perhitungan sasaran inflasi mengacu pada persentase kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) di akhir tahun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Inflasi pada bulan Maret 2019 mencapai angka 0,11%. Nilai inflasi itu disebabkan adanya perkembangan harga komoditas yang menunjukkan adanya kenaikan. Tingkat inflasi tahunan kalender (Januari-Maret) 2019 mencapai 0,35% lebih rendah dari tahun kalender 2018 yang berada di angka 0,99%. Membaiknya kinerja inflasi dipaparkan sebagian besar kelompok pengeluaran masyarakat, kecuali kelompok sandang, menjadi faktor pendorong rendahnya tekanan inflasi di Jakarta pada Maret 2019.

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Maka dari itu pentingnya kestabilan harga antara lain :
1)     Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
2)    Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
3)  Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

Semoga dengan adanya tulisan diatas dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian mengenai inflasi di Indonesia dari tahun ke tahun. Kurang lebihnya mohon maaf, terima kasih.

Daftar Pustaka:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar