Hallo
teman! Di blog kali ini saya akan memaparkan sedikit informasi tentang inflasi
serta tabel dan grafik inflasi dari tahun 2015-2019.
Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang
dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang
dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya
harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan
demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap
nilai barang dan jasa secara umum.
Indikator
inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
a. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah
harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan
pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas
suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web
site Badan Pusat Statistik https://bps.go.id.
b. Indeks Harga Produsen (IHP)
Indikator ini mengukur perubahan rata-rata harga
yang diterima produsen domestik untuk barang yang mereka hasilkan.
c. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)
menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua
barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa. Deflator PDB
dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar
harga konstan.
d. Indeks Harga Aset
Indeks ini mengukur pergerakan harga aset antara
lain properti dan saham yang dapat dijadikan indikator adanya tekanan terhadap
harga secara keseluruhan.
Pengelompokan
Inflasi
Inflasi
yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok
pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by
purpose - COICOP), yaitu :
1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
7. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Indeks
Harga Konsumen (IHK):
Indeks yang menghitung rata-rata perubahan
hargadari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah
tangga dalam kurun waktu tertentu. IHK merupakan indikator yang digunakan
untuk mengukur tingkat inflasi. Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari
barang dan jasa.
Statistik harga, khususnya statistik harga konsumen
dikumpulkan dalam rangka penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Penghitungan
IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari sekelompok tetap barang/jasa
yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat. Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari
barang/jasa kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Indeks Harga Konsumen Indonesia dihitung dengan
rumus Laspeyres termodifikasi. Dalam penghitungan rata-rata harga komoditas,
ukuran yang digunakan adalah rata-rata aritmatik, tetapi untuk beberapa
komoditas seperti beras, minyak goreng, bensin, dan sebagainya digunakan
rata-rata geometri.
Mulai Januari 2014, IHK disajikan dengan menggunakan
tahun dasar 2012=100 dan mencakup 82 kota yang terdiri dari 33 ibu kota
propinsi dan 49 kota-kota besar di seluruh Indonesia. IHK sebelumnya
menggunakan tahun dasar 2007=100 dan hanya mencakup 66 kota.
Dalam menyusun IHK, data harga konsumen diperoleh
dari 82 kota, mencakup antara 225 รข€“ 462 barang dan jasa yang dikelompokkan ke
dalam tujuh kelompok pengeluaran yaitu: bahan makanan; makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau; perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; sandang;
kesehatan; pendidikan, rekreasi dan olah raga; serta transpor, komunikasi dan
jasa keuangan. Setiap kelompok terdiri dari beberapa sub kelompok, dan dalam
setiap sub kelompok terdapat beberapa komoditas. Lebih jauh,
komoditas-komoditas tersebut memiliki beberapa kualitas atau spesifikasi.
Beberapa pasar tradisional, pasar modern, dan outlet
di setiap kota dipilih untuk mewakili harga-harga dalam kota tersebut. Data
harga masing-masing komoditi diperoleh melalui wawancara langsung dari 3 atau 4
pedagang eceran, yang didatangi oleh petugas pengumpul data.
Penarikan sampel secara purposive digunakan untuk
melakukan pemilihan kota, pasar, outlet, responden, komoditas dan kualitas
dalam penghitungan IHK. (yang paling dominan).
Frekuensi pengumpulan data harga berbeda antara satu
komoditas dan komoditas lainnya., tergantung karakteristik masing-masing
komoditas, sebagai berikut:
1. Pengumpulan data harga beras dilakukan secara harian
di Jakarta, dan mingguan di kota-kota lainnya.
2. Beberapa komoditas yang termasuk ke dalam kebutuhan
pokok, data harga dikumpulkan setiap minggu pada hari Senin dan Selasa.
3. Untuk beberapa komoditas bahan makanan, data harga
dikumpulkan setiap dua minggu sekali, hari Rabu dan Kamis pada minggu pertama
dan ketiga.
4. Untuk komoditas bahan makanan lainnya, makanan yang
diproses, minuman, rokok dan tembakau, data harga dikumpulkan bulanan pada hari
Selasa menjelang pertengahan bulan selama tiga hari (Selasa, Rabu, dan Kamis).
5. Data harga untuk barang-barang tahan lama
dikumpulkan secara bulanan pada hari ke-5 sampai hari ke-15.
6. Data harga jasa-jasa dikumpulkan bulanan pada hari
ke-1 sampai hari ke-10.
7. Data harga sewa rumah dikumpulkan bulanan pada hari
ke-1 sampai hari ke-10.
8. Upah baby sitter dan pembantu rumah tangga diamati
bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
9. Data yang berhubungan dengan biaya pendidikan
dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.
BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi
berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi.
Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator
inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat
fundamental.
Di
Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung
menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
a)
Interaksi
permintaan-penawaran
b)
Lingkungan
eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
c)
Ekspektasi
Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang
cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental.
Komponen inflasi non inti terdiri dari :
a)
Inflasi Komponen
Bergejolak (Volatile Food) : Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks
(kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau
faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga
komoditas pangan internasional.
b)
Inflasi Komponen
Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) : Inflasi yang dominan
dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah,
seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
Determinan
Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost
push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari
ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat
disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama
negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur
pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat
bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah
tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam
konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi
output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari
pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi
dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan
ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi
inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward
looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen
dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran,
natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP). Meskipun
ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan
permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan
meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian
halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang
meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong
peningkatan permintaan.
Berikut
tabel inflasi dari tahun 2015-2019
Indeks
Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia
|
||||||||||
2005,2006,2007,
Jan-Mei 2008 (2002=100), Juni 2008 - Desember 2013 (2007=100),
|
||||||||||
Januari
2014 - Desember 2018 (2012=100), Januari - Maret 2019 (2012=100)
|
||||||||||
Bulan
|
2015
|
2016
|
2017
|
2018
|
2019
|
|||||
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
|
Januari
|
118,71
|
-0,24
|
123,62
|
0,51
|
127,94
|
0,97
|
132,10
|
0,62
|
135,83
|
0,32
|
Februari
|
118,28
|
-0,36
|
123,51
|
-0,09
|
128,24
|
0,23
|
132,32
|
0,17
|
135,72
|
-0,08
|
Maret
|
118,48
|
0,17
|
123,75
|
0,19
|
128,22
|
-0,02
|
132,58
|
0,20
|
135,87
|
0,11
|
April
|
118,91
|
0,36
|
123,19
|
-0,45
|
128,33
|
0,09
|
132,71
|
0,10
|
||
Mei
|
119,50
|
0,50
|
123,48
|
0,24
|
128,83
|
0,39
|
132,99
|
0,21
|
||
Juni
|
120,14
|
0,54
|
124,29
|
0,66
|
129,72
|
0,69
|
133,77
|
0,59
|
||
Juli
|
121,26
|
0,93
|
125,15
|
0,69
|
130,00
|
0,22
|
134,14
|
0,28
|
||
Agustus
|
121,73
|
0,39
|
125,13
|
-0,02
|
129,91
|
-0,07
|
134,07
|
-0,05
|
||
September
|
121,67
|
-0,05
|
125,41
|
0,22
|
130,08
|
0,13
|
133,83
|
-0,18
|
||
Oktober
|
121,57
|
-0,08
|
125,59
|
0,14
|
130,09
|
0,01
|
134,2
|
0,28
|
||
November
|
121,82
|
0,21
|
126,18
|
0,47
|
130,35
|
0,2
|
134,56
|
0,27
|
||
Desember
|
122,99
|
0,96
|
126,71
|
0,42
|
131,28
|
0,71
|
135,39
|
0,62
|
||
Tingkat
Inflasi
|
3,35
|
3,02
|
3,61
|
3,13
|
0,35
|
Analisis
:
Badan
Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi bulanan pada Desember sebesar 0,62% dengan
Indeks Harga Konsumen (IHK) senilai 135,9 laju kenaikan harga pada akhir tahun
lalu itu membuat inflasi tahunan menjadi 3,13% pada 2018 dari target 3,5%. Laju
inflasi tahun 2017 lebih tinggi dibanding 2018 yang sebesar 3,61%. Di tahun
2015, inflasi di Indonesia sebesar 3,35%
lebih tinggi dibanding 2016 yang turun menjadi 3,02%. Inflasi pada Januari 2019
sebesar 0,32%, Inflasi tahunan Januari 2019 dibandingkan pada Januari 2018
mencapai 2,82% Inflasi inti secara tahunan tercatat sebesar 3,06%. Angka inflasi
tahun ini jauh lebih bagus dari pada tahun sebelumnya. Sebab inflasi pada
Januari 2018 lalu tercatat sebesar 0,62%. Pada bulan Februari 2019 terjadi
deflasi sebesar 0,08% sehingga membuat inflasi di tahun kalender menjadi 0,24%,
sedangkan secara tahunan 2,57%. Sasaran inflasi terus diarahkan ke tingkat yang
lebih rendah dan stabil untuk mendukung daya beli dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Perhitungan sasaran
inflasi mengacu pada persentase kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) di akhir
tahun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Inflasi pada bulan Maret 2019
mencapai angka 0,11%. Nilai inflasi itu disebabkan adanya perkembangan harga
komoditas yang menunjukkan adanya kenaikan. Tingkat inflasi tahunan kalender
(Januari-Maret) 2019 mencapai 0,35% lebih rendah dari tahun kalender 2018 yang
berada di angka 0,99%. Membaiknya kinerja inflasi dipaparkan sebagian besar
kelompok pengeluaran masyarakat, kecuali kelompok sandang, menjadi faktor
pendorong rendahnya tekanan inflasi di Jakarta pada Maret 2019.
Inflasi
yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa
inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi
sosial ekonomi masyarakat.
Maka
dari itu pentingnya kestabilan harga antara lain :
1) Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil
masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan
akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
2) Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan
ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan
keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang
pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
3) Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding
dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik
riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai
rupiah.
Semoga
dengan adanya tulisan diatas dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian
mengenai inflasi di Indonesia dari tahun ke tahun. Kurang lebihnya mohon maaf,
terima kasih.
Daftar
Pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar